Perkembangan Ekonomi Masa Demokrasi Terpimpin

Diposkan oleh Khairul Fata Label: IPS di 6:07 AM

<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><div style="text-align: justify;">Seiring dengan perubahan politik menuju demokrasi terpimpin maka ekonomipun mengikuti ekonomi terpimpin. Sehingga ekonomi terpimpin merupakan bagian dari demokrasi terpimpin. Dimana semua aktivitas ekonomi disentralisasikan di pusat pemerintahan sementara daerah merupakan kepanjangan dari pusat. Demokrasi terpimpin adalah sebuah demokrasi yang sempat ada di Indonesia, yang seluruh keputusan serta pemikiran berpusat pada pemimpinnya saja.</div><br /><b>1. Pembentukan Badan Perencana Pembangunan Nasional</b><br /><div style="text-align: justify;">Untuk melaksanakan pembangunan ekonomi di bawah Kabinet Karya maka dibentuklah Dewan Perancang Nasional (Depernas) pada tanggal 15 Agustus 1959 dipimpin oleh Moh. Yamin dengan anggota berjumlah 50 orang.m<span style="text-align: left;">Tugas Depernas antara lain :</span></div><ul style="text-align: left;"><li>Mempersiapkan rancangan Undang-undang Pembangunan Nasional yang berencana</li><li>Menilai Penyelenggaraan Pembangunan</li></ul><br /><div style="text-align: justify;">Hasil yang dicapai, dalam waktu 1 tahun Depenas berhasil menyusun Rancangan Dasar Undang-undang Pembangunan Nasional Sementara Berencana tahapan tahun 1961-1969 yang disetujui oleh MPRS melalui Tap MPRS No. I/MPRS/1960 tanggal 26 Juli 1960 dan diresmikan pelaksanaanya oleh Presiden Soekarno pada tanggal 1 Januari 1961<br /><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEifav4J-diPDr6Icdiq6g5UmP9WOxNi6qe3MHUmtqb1L4aTu8-Z_07Ghz1Whwlz8Sm8rAle4NKQWfZWqBnE9CHlNoI99z1Hj8Wm1_xsbLhn3jmLu-VPLJuJXhE5h9dhtIQzIhbGbeyvpw0t/s1600/bppn_.gif" style="margin-left: 0em; margin-right: 0em;"><img alt="Perkembangan Ekonomi Masa Demokrasi Terpimpin" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEifav4J-diPDr6Icdiq6g5UmP9WOxNi6qe3MHUmtqb1L4aTu8-Z_07Ghz1Whwlz8Sm8rAle4NKQWfZWqBnE9CHlNoI99z1Hj8Wm1_xsbLhn3jmLu-VPLJuJXhE5h9dhtIQzIhbGbeyvpw0t/s1600/bppn_.gif" title="Perkembangan Ekonomi Masa Demokrasi Terpimpin" /></a></div>Mengenai masalah pembangunan terutama mengenai perencanaan dan pembangunan proyek besar dalam bidang industri dan prasarana tidak dapat berjalan dengan lancar sesuai harapan. 1963 Dewan Perancang Nasional (Depernas) diganti dengan nama Badan Perancang Pembangunan Nasional (Bappenas) yang dipimpin oleh Presiden Sukarno.</div><br /><b>2. Pemotongan Nilai Uang</b><br /><div style="text-align: justify;">Kebijakan sanering yang dilakukan pemerintah berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 2/1959 yang berlaku tanggal 25 Agustus 1959 pukul 06.00 pagi. Tujuan dilakukan sanering adalah :</div><ul style="text-align: left;"><li>Untuk membendung inflasi yang tetap tinggi</li><li>Untuk mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat</li><li>Meningkatkan nilai rupiah sehingga rakyat kecil tidak dirugikan.</li></ul><br /><div style="text-align: justify;">Pemerintah mengumumkan keputusannya mengenai pemotongan nilai uang, yaitu sebagai berikut.</div><ul style="text-align: left;"><li>Uang kertas pecahan bernilai Rp. 500 menjadi Rp. 50</li><li>Uang kertas pecahan bernilai Rp. 1.000 menjadi Rp. 100</li><li>Pembekuan semua simpanan di bank yang melebihi Rp. 25.000</li></ul><br /><div style="text-align: justify;">Tetapi usaha pemerintah tersebut tetap tidak mampu mengatasi kemerosotan ekonomi yang semakin jauh, terutama perbaikan dalam bidang moneter. Para pengusaha daerah di seluruh Indonesia tidak mematuhi sepenuhnya ketentuan keuangan tersebut. <span style="text-align: left;">Pada masa pemotongan nilai uang memang berdampak pada harga barang menjadi murah tetapi tetap saja tidak dapat dibeli oleh rakyat karena mereka tidak memiliki uang. Hal ini disebabkan karena :</span></div><ul style="text-align: left;"><li style="text-align: justify;">Penghasilan negara berkurang karena adanya gangguan keamanan akibat pergolakan daerah yang menyebabkan ekspor menurun.</li><li style="text-align: justify;">Pengambilalihan perusahaan  Belanda pada tahun 1958 yang tidak diimbangi oleh tenaga kerja manajemen yang cakap dan berpengalaman.</li><li style="text-align: justify;">Pengeluaran biaya untuk penyelenggaraan Asian Games IV tahun 1962, RI sedang mengeluarkan kekuatan untuk membebaskan Irian Barat.</li></ul><br /><div style="text-align: justify;">Kebijakan keuangan kemudian diakhiri dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 6/1959 yang isi pokoknya ialah ketentuan bahwa bagian uang lembaran Rp1000 dan Rp500 yang masih berlaku harus ditukar dengan uang kertas bank baru yang bernilai Rp100 dan Rp50 sebelum <span style="text-align: left;">tanggal 1 Januari 1960.</span></div><br /><b>3. Konsep Djuanda</b><br /><div style="text-align: justify;">Setelah keamanan nasional berhasil dipulihkan, kasus DI Jawa Barat dan pembebasan Irian Barat, pemerintah mulai memikirkan penderitaan rakyatnya dengan melakukan rehabilitasi ekonomi. Konsep rehabilitasi ekonomi disusun oleh tim yang dipimpin oleh Menteri Pertama Ir Djuanda dan hasilnya dikenal dengan sebutan Konsep Djuanda. Namun konsep ini mati sebelum lahir karena <span style="text-align: left;">mendapat kritikan yang tajam dari PKI karena dianggap bekerja sama dengan negara revisionis, Amerika Serikat dan Yugoslavia.</span></div><br /><b>4. Deklrasai Ekonomi</b><br /><div style="text-align: justify;">Deklarasi Ekonomi (Dekon) adalah Deklarasi yang disampaikan oleh Presiden Soekarno pada tanggal 28 Maret 1963 di Jakarta, untuk menciptakan ekonomi nasional yang bersifat demokratis dan bebas dari imperialism dan system ekonomi berdikari (berdiri di atas kaki sendiri). Deklarasi Ekonomi (Dekon) sebagai strategi dasar ekonomi Indonesia dalam rangka pelaksanaan Ekonomi Terpimpin.</div><br /><div style="text-align: justify;">Strategi Ekonomi Terpimpin dalam Dekon terdiri dari beberapa tahap; Tahapan pertama, harus menciptakan suasana ekonomi yang bersifat nasional demokratis yang bersih dari sisa-sisa imperialisme dan kolonialisme. Tahapan ini merupakan persiapan menuju tahapan kedua yaitu tahap ekonomi sosialis. Beberapa peraturannya merupakan upaya mewujudkan stabilitas ekonomi nasional dengan menarik modal luar negeri serta merasionalkan ongkos produksi dan menghentikan subsidi.</div><br /><div style="text-align: justify;">Peraturan pelaksanaan Dekon tidak terlepas dari campur tangan politik yang memberi tafsir sendiri terhadap Dekon. PKI termasuk partai yang menolak melaksanakan Dekon, padahal Aidit terlibat di dalam penyusunannya, selama yang melaksanakannya bukan orang PKI. Empat belas peraturan pemerintah yang sudah ditetapkan dihantam habis-habisan oleh PKI. Djuanda dituduh PKI telah menyerah kepada kaum imperialis. Presiden Soekarno akhirnya menunda pelaksanaan peraturan pemerintah tersebut pada bulan September 1963 dengan alasan sedang berkonsentrasi pada konfrontasi dengan Malaysia.</div><br /><b>5. Kenaikan Laju Inflasi</b><br /><div style="text-align: justify;">Kondisi ekonomi semakin memburuk karena anggaran belanja negara setiap tahunnya terus meningkat tanpa diimbangi dengan pendapatan negara yang memadai. <span style="text-align: left;">Walaupun cadangan devisa menipis, Presiden Soekarno tetap pada </span><span style="text-align: left;">pendiriannya untuk menghimpun dana revolusi, karena dana ini digunakan </span><span style="text-align: left;">untuk membiayai proyek-proyek yang bersifat prestise politik atau mercusuar, </span><span style="text-align: left;">dengan mengorbankan ekonomi dalam negeri.</span> Latar Belakang meningkatnya laju inflasi :</div><ul style="text-align: left;"><li style="text-align: justify;">Penghasilan negara berupa devisa dan penghasilan lainnya mengalami kemerosotan.</li><li style="text-align: justify;">Nilai mata uang rupiah mengalami kemerosotan</li><li style="text-align: justify;">Anggaran belanja mengalami defisit yang semakin besar.</li><li style="text-align: justify;">Pinjaman luar negeri tidak mampu mengatasi masalah yang ada</li><li style="text-align: justify;">Upaya likuidasi semua sektor pemerintah maupun swasta guna penghematan dan pengawasan terhadap pelaksanaan anggaran belanja tidak berhasil.</li><li style="text-align: justify;">Penertiban administrasi dan manajemen perusahaan guna mencapai keseimbangan keuangan tak memberikan banyak pengaruh</li><li style="text-align: justify;">Penyaluran kredit baru pada usaha-usaha yang dianggap penting bagi kesejahteraan rakyat dan pembangunan mengalami kegagalan.</li></ul>Kegagalan-kegagalan tersebut disebabkan karena:<br /><ul style="text-align: left;"><li style="text-align: justify;">Pemerintah tidak mempunyai kemauan politik untuk menahan diri dalam melakukan pengeluaran.</li><li style="text-align: justify;">Pemerintah menyelenggarakan proyek-proyek mercusuar seperti GANEFO (Games of the New Emerging Forces ) dan CONEFO (Conference of the New Emerging Forces) yang memaksa pemerintah untuk memperbesar pengeluarannya pada setiap tahunnya.</li></ul><br />Dampaknya :<br /><ul style="text-align: left;"><li style="text-align: justify;">Inflasi semakin bertambah tinggi</li><li style="text-align: justify;">Harga-harga semakin bertambah tinggi,  kenaikan barang mencapai 200-300% pada tahun 1965</li><li style="text-align: justify;">Kehidupan masyarakat semakin terjepit</li><li style="text-align: justify;">Indonesia pada tahun 1961 secara terus menerus harus membiayai kekurangan neraca pembayaran dari cadangan emas dan devisa</li><li style="text-align: justify;">Ekspor semakin buruk dan pembatasan Impor karena lemahnya devisa.</li><li style="text-align: justify;">Tahun 1965, cadangan emas dan devisa telah habis bahkan menunjukkan saldo</li><li style="text-align: justify;">negatif sebesar US$ 3 juta sebagai dampak politik konfrontasi dengan  Malaysia dan negara-negara barat.</li></ul>Kebijakan Pemerintah :<br /><ul style="text-align: left;"><li style="text-align: justify;">Keadaan defisit negara yang semakin meningkat ini diakhiri pemerintah dengan pencetakan uang baru tanpa perhitungan matang. Sehingga menambah berat angka inflasi.</li><li style="text-align: justify;">Pada tanggal 13 Desember 1965 pemerintah mengambil langkah devaluasi dengan menjadikan uang senilai Rp. 1000 menjadi Rp. 1</li></ul><br />Dampaknya dari kebijakan pemerintah tersebut :<br /><ul style="text-align: left;"><li style="text-align: justify;">Uang rupiah baru yang seharusnya bernilai 1000 kali lipat uang rupiah lama akan tetapi di masyarakat uang rupiah baru hanya dihargai sekitar 10 kali lipat lebih tinggi dari uang rupiah baru.</li><li style="text-align: justify;">Tindakan moneter pemerintah untuk menekan angka inflasi malahan menyebabkan meningkatnya angka inflasi.</li></ul><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Tindakan penggantian uang lama dengan uang baru diikuti dengan pengumuman kenaikan harga bahan bakar yang mengakibatkan reaksi penolakan masyarakat. Hal inilah yang kemudian menyebabkan mahasiswa dan masyarakat turun ke jalan menyuarakan aksiaksi Tri Tuntutan Rakyat (Tritura).</div></div>

Seiring dengan perubahan politik menuju demokrasi terpimpin maka ekonomipun mengikuti ekonomi terpimpin. Sehingga ekonomi terpimpin merupaka...

Konfrontasi Terhadap Malaysia

Diposkan oleh Khairul Fata Label: IPS di 10:33 AM

<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><div style="text-align: justify;">Konfrontasi Indonesia-Malaysia adalah sebuah perang mengenai masa depan Malaya, Brunei, Sabah dan Sarawak yang terjadi antara Federasi Malaysia dan Indonesia pada tahun 1962 hingga 1966. Masalah Malaysia berawal dari munculnya keinginan Tengku Abdul Rahman dari persekutuan Tanah Melayu dan Lee Kuan Yu dari Republik Singapura untuk menyatukan kedua negara tersebut menjadi Federasi Malaysia. Rencana pembentukan Federasi Malaysia mendapat tentangan dari Filipina dan Indonesia. Filipina menentang karena memiliki keinginan atas wilayah Sabah di Kalimantan Utara. Filipina menganggap bahwa wilayah Sabah secara historis adalah milik Sultan Sulu.</div><br /><div style="text-align: justify;">Pemerintah Indonesia pada saat itu menentang karena menurut Presiden Soekarno pembentukan Federasi Malaysia merupakan sebagian dari rencana Inggris untuk mengamankan kekuasaanya di Asia Tenggara. Pembentukan Federasi Malaysia dianggap sebagai proyek Neokolonialisme Inggris yang membahayakan revolusi Indonesia. Oleh karena itu, berdirinya negara federasi Malaysia ditentang oleh pemerintah Indonesia.</div><br /><div style="text-align: justify;">Untuk meredakan ketegangan di antara tiga negara tersebut kemudian diadakan Konferensi Maphilindo (Malaysia, Philipina dan Indonesia) di Filipina pada tanggal 31 Juli-5 Agustus 1963. Hasil-hasil pertemuan puncak ketiga kepala pemerintahan berusaha mengadakan penyelesaian secara damai dan sebaik-baiknya mengenai rencana pembentukan Federasi Malaysia yang menjadi sumber sengketa. Konferensi Maphilindo menghasilkan tiga dokumen penting, yaitu Deklarasi Manila, Persetujuan Manila dan Komunike Bersama. Inti pokok dari tiga dokumen tersebut adalah Indonesia dan Filipina menyambut baik pembentukan Federasi Malaysia jika rakyat Kalimantan Utara menyetujui hal itu.</div><br /><div style="text-align: justify;">Ketiga kepala pemerintahan setuju untuk meminta Sekjen PBB untuk melakukan pendekatan terhadap persoalan ini. Kemudian ketiga kepala pemerintahan tersebut meminta Sekjen PBB membetuk tim penyelidik. Menindaklanjuti permohonan ketiga pimpinan pemerintahan tersebut, Sekretaris Jenderal. PBB membetuk tim penyelidik yang dipimpin oleh Lawrence Michelmore. Tim tersebut memulai tugasnya di Malaysia pada tanggal 14 September 1963. </div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Namun sebelum misi PBB menyelesaikan tugasnya dan melaporkan hasil kerjanya, Federasi Malaysia diproklamasikan pada tanggal 16 September 1963. Pemerintah RI menganggap proklamasi tersebut sebagai pelecehan atas martabat PBB dan pelangggaran Komunike Bersama Manila, yang secara jelas menyatakan bahwa penyelidikan kehendak rakyat Sabah dan Serawak harus terlebih dahulu dilaksanakan sebelum Federasi Malaysia diproklamasikan.</div><br /><div style="text-align: justify;">Presiden Soekarno tidak dapat menerima tindakan yang dilakukan oleh PM Tengku Abdul Rahman. Aksi-aksi demonstrasi menentang terjadi di Jakarta yang dibalas pula dengan aksi-aksi demontrasi besar terhadap kedutaan RI di Kuala Lumpur, sehingga pada tanggal 17 September 1963, hubungan diplomatik Indonesia Malaysia diputuskan. Pemerintah RI pada tanggal 21 September memutuskan pula hubungan ekonomi dengan Malaya, Singapura, Serawak dan Sabah. Pada akhir tahun 1963 pemerintah RI menyatakan dukungannya terhadap perjuangan rakyat Kalimantan Utara dalam melawan Neokolonilisme Inggris.</div><br /><div style="text-align: justify;">Pemerintah Amerika Serikat, Jepang dan Thailand berusaha melakukan mediasi menyelesaikan masalah ini. Namun masalah pokok yang menyebabkan sengketa dan memburuknya hubungan ketiga negara tersebut tetap tidak terpecahkan, karena PM Federasi Malaysia, Tengku Abdul Rahman tidak menghadiri forum pertemuan tiga negara.</div><br /><div style="text-align: justify;">Upaya lainnya adalah melakukan pertemuan menteri-menteri luar negeri Indonesia, Malaysia dan Filipina di Bangkok. Namun pertemuan Bangkok yang dilakukan sampai dua kali tidak menghasilkan satu keputusan yang positif. </div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Ditengah kemacetan diplomasi itu pada 3 Mei 1964 Presiden Soekarno mengucapkan Dwi Komando Rakyat (Dwi Kora) di hadapan apel besar sukarelawan. Komando Siaga dengan Marsekal Madya Oemar Dani sebagai Panglimanya. Komando ini berisi dua hal:</div><ol style="text-align: left;"><li style="text-align: justify;">Perhebat ketahanan revolusi Indonesia.</li><li style="text-align: justify;">Bantu perjuangan revolusioner rakyat Malaya, Singapura, Sabah, Serawak, dan Brunei. .</li></ol><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjlI3lkHFOzjegh7jCXuovFcJHx313jFp5Gq_x5WeN5QwYbewwgIOO2BZui6l688SiXlUTidzzrUT6Gc6o-ukooLqo22SOO3uU11d_Ly6bfKq6-aAGk556nr6yDm40qFMKfHYSabD6mex7b/s1600/dwikora.jpg" style="margin-left: 0em; margin-right: 0em;"><img alt="dwikora" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjlI3lkHFOzjegh7jCXuovFcJHx313jFp5Gq_x5WeN5QwYbewwgIOO2BZui6l688SiXlUTidzzrUT6Gc6o-ukooLqo22SOO3uU11d_Ly6bfKq6-aAGk556nr6yDm40qFMKfHYSabD6mex7b/s1600/dwikora.jpg" title="komando dwikora" /></a></div>Lahirnya Dwikora tidak lepas dari peranan PKI dalam pemerintahan, yang  pengaruhnya membelokkan politik bebas aktif masuk ke arah pengaruh RRC,  yang memunculkan apa yang disebut Poros Jakarta-Beijing.<br /><div style="text-align: justify;">Walaupun pemerintah Indonesia telah memutuskan melakukan konfrontasi secara total, namun upaya penyelesaian diplomasi terus dilakukan. Presiden RI menghadiri pertemuan puncak di Tokyo pada tanggal 20 Juni 1964.</div><br /><div style="text-align: justify;">Ditengah berlangsungnya Konfrontasi Malaysia dicalonkan menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB. Kondisi ini mendorong pemerintah Indonesia mengambil sikap menolak pencalonan Malaysia sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB. Sikap Indonesia ini langsung disampaikan Presiden Soekarno pada pidatonya tanggal 31 Desember 1964. </div><br />Keluarnya Indonesia dari PBB adalah karena masuknya Malaysia menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB. Ketika tanggal 7 Januari 1965 Malaysia dinyatakan diterima sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB, dengan spontan Presiden Sokearno menyatakan “Indonesia keluar dari PBB”.<br /><br /><div style="text-align: justify;">Walaupun Indonesia sudah keluar dari PBB, sasaran-sasaran yang ingin dicapai oleh pemerintah Indonesia terkait sengketa Indonesia Malaysia dan perombakan PBB tetap tidak tercapai. Karena dengan keluarnya Indonesai dari PBB, Indonesia kehilangan satu forum yang dapat digunakan untuk mencapai penyelesaian persengketaan dengan Malaysia secara damai.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Pada akhir 1965 Jendral Soeharto yang saat itu memegang kekuasaan di Indonesia setelah berlangsungnya G30S/PKI. Oleh karena konflik domestik ini, keinginan Indonesia untuk meneruskan perang dengan Malaysia menjadi berkurang dan peperangan pun mereda. Pada 28 Mei 1966 di sebuah konferensi di Bangkok, Kerajaan Malaysia dan pemerintah Indonesia mengumumkan penyelesaian konflik. Kekerasan berakhir bulan Juni, dan perjanjian perdamaian ditandatangani pada 11 Agustus dan diresmikan dua hari kemudian. </div></div>

Konfrontasi Indonesia-Malaysia adalah sebuah perang mengenai masa depan Malaya, Brunei, Sabah dan Sarawak yang terjadi antara Federasi Malay...

Usaha Pembebasan Irian Barat

Diposkan oleh Khairul Fata Label: IPS di 4:46 AM

<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><div style="text-align: justify;">Papu atau Irian jaya merupakan salah satu pulau di Indonesia yang memiliki sejarah panjang. Pulau tersebut menjadi sengketa antara Indonesia dan Belanda. Salah satu isu politik luar negeri yang terus menjadi pekerjaan rumah kabinet RI adalah masalah Irian Barat. Wilayah ini telah menjadi bagian RI yang diproklamasikan sejak 17 Agustus 1945. Akan tetapi dalam perundingan KMB tahun 1950 masalah penyerahan Irian Barat ditangguhkan satu tahun. Namun setelah pengakuan kedaulatan, Belanda tidak juga menyerahkan Irian Barat kepada Indonesia.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Untuk menyelesaikan masalah tersebut Pemerintah RI pertarna mengambil langkah diplomasi melalui perundingan. Perundingan dengan pemerintah Belanda terjadi pertama kali pada masa kabinet Natsir tahun 1950 tetapi gagal, bahkan pada tahun 1952 secara sepihak Belanda memasukkan Irian Barat dalam wilayah  kerajaan Belanda. </div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Upaya diplomasi internasional dilanjutkan oleh kabinet Sastroamijoyo dengan membawa masalah Irian Barat ke forum PBB, tapi tidak membawa hasil. Selanjutnya pada masa kabinet Burhanuddin, Belanda menanggapi bahwa masalah Irian Barat merupakan masalah antara Indonesia - Belanda dan mengajukan usul yang berisi tentang penempatan Irian Barat di bawah Uni Indonesia - Belanda. Namun upaya penyelesaian secara bilateral ini telah mengalami kegagalan dan pemerintah kita mengajukan permasalahan ini ke Sidang Majelis Umum PBB. Namun upaya-upaya diplomasi yang dilakukan di forum PBB terus mengalami kegagalan.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Disamping membawa masalah Irian Barat ke forum PBB Indonesia juga melakukan pendekatan dengan negara-negara Asia Afrika dan ini membawa hasil yang positif. Dalam Konferensi Pancanegara II di Bogor lima negara peserta sepakat mendukung Indonesia dalam mengembalikan Irian Barat ke dalam wilayah Indonesia. Dalam KAA para peserta mengakui bahwa wilayah Irian Barat merupakan bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.<br /><br />Karena jalan damai yang telah ditempuh selama satu dasa warsa tidak berhasil mengembalikan Irian Barat, pemerintah Indonesia memutuskan untuk menempuh jalan lain. Hal ini disebabkan karena Belanda tidak pernah Menunjukkan itikad baik dalam menyelesakan masalah Irian Barat maka pemerintah RI mengambil langkah-langkah sebagai berikut :</div><ol style="text-align: left;"><li style="text-align: justify;">Hubungan Indonesia - Belanda diubah dari united status menjadi hubungan biasa. </li><li style="text-align: justify;">Pada tanggal 3 Mei 1956 melakukan pembatalan hasil-hasil KMB\Pada tanggal 17 Agustus 1956 membentuk Provinsi Irian Barat yang berkedudukan di Saosiu dan menunjuk Sultan Tidore, Zaenal Abidin Syah sebagai gubernurnya.</li><li style="text-align: justify;"> Pada tanggal 18 November 1957 diadakan rapat umum penbebasan Irian Barat.</li><li style="text-align: justify;"> Pada tanggal 5 Desember 1957 melarang semua film yang berbahasa Belanda, kapal terbang Belanda juga dilarang mendarat dan terbang di wilayah RI.</li><li style="text-align: justify;">Pada tanggal 5 Desember 1958 melakukan penghentian semua kegiatan konsuler Belanda di Indonesia.</li><li style="text-align: justify;"> Dengan Peraturan Pemerintah No. 23 tahun 1958 dilakukan pengambilalihan modal Belanda di Indonesia.</li><li style="text-align: justify;">Pada tanggal 19 Februari 1958 dibentuk Front Nasional Pembebasan Irian Barat</li><li style="text-align: justify;">Pada tanggal 17 Agustus 1960 memutuskan hubungan diplomatik dengan Belanda</li><li style="text-align: justify;">KSAD, Nasution, mengambil alih semua perusahaan milik Belanda dan menyerahkannya kepada pemerintah</li></ol><div style="text-align: justify;"><br />Pemerintah Belanda meningkatkan kekuatan militernya dengan mengirimkan Kapal Induk Karel Doorman ke Irian Barat. Pada sidang majelis umum PBB tahun 1961 kembali dibicarakan masalah Irian Barat kepada Indonesia dengan perantara PBB. Pemerintah Indonesia menyetujui usul tersebut dengan syarat waktunya dipercepat. Sedangkan Belanda menyatakan akan melepaskan Irian Barat untuk dilanjutkan di Dewan Perwakilan PBB kemudian membentuk Negara Papua. Pemerintah berkesimpulan Belanda tidak ingin menyerahkan Irian Barat pada Indonesia, sehingga tidak ada jalan lain dan harus diselesaikan dengan kekerasan senjata.<br /><br />Dalam rangka perjuangan pembebasan Irian Barat pada tanggal 19 Desember 1961 Presiden Soekarno daIam pidatonya dalam rapat raksasa di  Jogjakarta menyampaikan suatu komando dalam rangka perjuangan pembebasan Irian Barat yang dikenal dengan Tri Komando Rakyat (Trikora) yang isinya sebagai berikut :<br /><ol><li>Gagalkan pembentukan negara boneka Papua buatan Kolonial Belanda</li><li>Kibarkan Sang Merah Putih di Irian Barat  tanah air Indonesia</li><li>Bersiap-siap untuk mobilisasi umum mempertahankan kemerdekaan  dan kesatuan tanah air Indonesia</li></ol><br />Dengan dideklarasikannya Trikora mulailah konfrontasi total terhadap Belanda di Papua. Realisasi pertama dari Trikora adalah pembentukan Komando Operasi yang diberi nama Komando Mandala pembebasan Irian Barat pada tanggal 2 Januari 1962 dan Mayjend. Soeharto ditunjuk sebagai komandannya dengan tugas antara lain sebagai berikut :<br /><ol><li>Merencanakan, mempersiapkan dan menyelenggarakan Operasi Militer guna mengembalikan wilayah Irian Barat ke dalam kesatuan RI. Operasi militer itu dinamakan Operasi Jaya Wijaya.</li><li>Eksploitasi, dimulai awal tahun 1963 dengan mengadakan serangan terbuka guna menguasai pos-pos musuh yang penting.</li><li>Konsolidasi, dilakukan pada tahun 1964 dengan mendudukkan kekuasaan RI secara mutlak di Iran Barat.</li></ol><br />Pemerintah Belanda pada mulanya menganggap enteng kekuatan militer di bawah Komando Mandala. Belanda menganggap bahwa pasukan Indonesia tidak akan mampu melakukan infiltrasi ke wilayah Irian. Pada tanggal 15 Januari 1962 terjadi pertempuran di laut Arafuru antara angkatan laut RI melawan kapal perusak dan Fregat Belanda. Dalam pertempuran tersebut Komando Yos Sudarso dan Kapten Wiranto gugur. Mereka turut tenggelam bersama kapal RI Macan Tutul.<br /><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjVVSTzy4Vu2T9ERKJbNvpBaxnPBoohv-qCinVflRl3-LfAAzMTlVLXz9DUfYwcqYry41uK-ciJa1GekjKMf5xXEhUsvWerF15DQfiV2nM80QkAy4sbz0bQXu9HRPC4GP-GTz_JkUvjWKuk/s1600/yos_sudarso.gif" imageanchor="1" style="margin-left: 0em; margin-right: 0em;"><img alt="yos sudarso" border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjVVSTzy4Vu2T9ERKJbNvpBaxnPBoohv-qCinVflRl3-LfAAzMTlVLXz9DUfYwcqYry41uK-ciJa1GekjKMf5xXEhUsvWerF15DQfiV2nM80QkAy4sbz0bQXu9HRPC4GP-GTz_JkUvjWKuk/s1600/yos_sudarso.gif" title="" /></a></div>Namun ketika operasi infiltrasi Indonesia berhasil merebut dan menduduki kota Teminabuan, Belanda terpaksa bersedia kembali untuk duduk berunding guna menyelesaikan sengketa Irian. Tindakan Indonesia membuat para pendukung Belanda di PBB menyadari bahwa tuntutan pimpinan Indonesai bukan suatu yang main-main. Pada tanggal 19 Agustus 1962 telah tercapai persetujuan antara Indonesia dengan Belanda mengenai Irian Barat di markas besar PBB di kota New York dengan pokok-pokok kesepakatan, antara lain sebagai berikut:<br /><ol><li style="text-align: justify;">Akan dibentuk Pemerintah PBB Irian Barat dengan nama UNTEA (United Nations Temporaty Executive Authority) selambat-lambatnya 1 Oktober  1962 tiba di Irian Barat.</li><li style="text-align: justify;">UNTEA memakai tenaga Indonesia</li><li style="text-align: justify;">Pasukan RI yang berada di Irian Barat tetap berada di sana, di wilayah Komando PBB</li><li style="text-align: justify;">Tentara Belanda secara berangsur-angsur dikembalikan</li><li style="text-align: justify;">Antara Irian Barat dan daerah Indonesia lainnya berlaku lalu lintas bebas</li><li style="text-align: justify;">Pada tanggat 31 Desember 1962 bendera RI berkibar di samping bendera PBB</li><li style="text-align: justify;">Selambat-lambatnya 1 Mei 1963 Rl secara resmi menerima pemerintahan  Irian  Barat</li><li style="text-align: justify;">RI berkewajiban melakukan Pepera (Penentuan Pendapatan Rakyat)</li></ol><br />Untuk menjamin keamanan di Irian Barat. PBB membentuk pasukan keamanan dengan nama United Nations Security Forces (UNSF) di bawah komando Brigjend Said Udin Khan dari Pakistan. Penyerahan kekuasaan Irian Barat dari PBB kepada pemerintah Indonesia dilaksanakan pada tanggal 1 Mei 1963 di Kota Baru. Dan pada hari yang sama, di Makasar (Ujung Pandang) dilaksanakan upacara pembubaran Komando Mandala.<br /><br />Pepera merupakan salah satu ketentuan persetujuaan mengenai penyerahan kekuasaan pemerintahan atas Irian Barat oleh Belanda kepada Indonesia. Pepera diselenggarakan melalui tiga tahap, antara lain sebagai berikut :<br /><ol><li>Tahap pertama, dimulai pada tanggal 24 Maret 1969, yaitu mengadakan konsultasi denga Dewan Kabupaten di Jayapura mengenai tata Cara penyelenggaraan Pepera</li><li>Tahap kedua, berupa pemilihan anggota dewan musyawarah Pepera yang berakhir pada bulan Juni 1969.</li><li>Tahap ketiga, adalah pelaksanaan Pepera pada tanggal 4 Juli 1969  berakhir pada tanggal Agustus 1969.</li></ol><br />Pelaksanaan pepera disaksikan oleh utusan sekretaris Jenderal Duta Besar Ortis Zans melalui pepera ternyata rakyat Irian Barat secara bulat tetap menyatakan bagian dari negara RI. Hasil pepera dibawa oleh Duta Besar Orti Zans untuk dilaporkan Umum PBB. Sidang Umum PBB ke-24 menerima hasil Pepera yang telah dilakukan Indonesia karena sudah sesuai dengan isi perjanjian New York. Sejak saat itulah Indonesia secara de Jure dan de Facto memperoleh kembali Irian Barat sebagai bagian dari NKRI. Untuk mengenang perjuangan merebut Irian Barat pada tanggal 21 Desember 1995 Presiden Soeharto meresmikan Monumen Mandala di Makassar.</div></div>

Papu atau Irian jaya merupakan salah satu pulau di Indonesia yang memiliki sejarah panjang. Pulau tersebut menjadi sengketa antara Indonesia...

Peta Kekuatan Politik Masa Demokrasi Terpimpin

Diposkan oleh Khairul Fata Label: IPS di 2:17 AM

<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><div style="text-align: justify;">Kekuatan politik pada masa demokrasi terpimpin terpusat di tangan Presiden Soekarno. Presiden Soekarno memegang seluruh kekuasaan negara dengan TNI AD dan PKI di sampingnya. TNI, yang sejak kabinet Djuanda diberlakukan S.O.B. kemudian pemberontakan PRRI dan Permesta pada tahun 1958, mulai memainkan peranan penting dalam bidang politik. Menguatnya pengaruh TNI AD, membuat Presiden Soekarno berusaha menekan pengaruh TNI AD, terutama Nasution dengan dua taktik, yaitu Soekarno berusaha mendapat dukungan partai-partai politik yang berpusat di Jawa terutama PKI dan merangkul angkatan-angkatan bersenjata lainnya terutama angkatan udara.</div><br /><div style="text-align: justify;">Kekuatan politik baru lainnya adalah PKI. PKI sebagai partai yang bangkit kembali pada tahun 1952 . PKI kemudian muncul menjadi kekuatan baru pada pemilihan umum 1955. Dengan menerima Penetapan Presiden No. 7 1959, partai ini mendapat tempat dalam konstelasi politik baru. PKI dapat memperkuat kedudukannya. Sejak saat itu PKI berusaha menyaingi TNI dengan memanfaatkan dukungan yang diberikan oleh Soekarno untuk menekan pengaruh TNI AD. PKI berusaha untuk mendapatkan citra yang positif di depan Presiden Soekarno. PKI menerapkan strategi “menempel” pada Presiden Soekarno. </div><br /><div style="text-align: justify;">PKI mampu memanfaatkan ajaran Nasakom yang diciptakan Soekarno sebaik-sebaiknya. Kedudukan PKI semakin kuat dan respektabilitasnya sebagai kekuatan politik sangat meningkat. Berbagai pidato Soekarno dikutip disesuaikan sedemikian rupa sehingga seolah-olah sejalan dengan gagasan dan cita-cita PKI. PKI terus meningkatkan kegiatannya dengan berbagai isu yang memberi citra kepada PKI sebagai partai paling Manipolis dan pendukung Presiden Soekarno yang paling setia.</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiXA6gNUL0AiN6xz_oX6UzTQSRa0VArEcVpZQoouQzb_MyAAJvW_Y3CCvxhM0w-ttCReVINWVWZKif0-Bn1YH8ZAQHMcR65DZOqra8UwA7R2P0eHy4ZhIiq5BrltUyemML2jaitELRcfgIf/s1600/sukarno.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 0em; margin-right: 0em;"><img alt="soekarno" border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiXA6gNUL0AiN6xz_oX6UzTQSRa0VArEcVpZQoouQzb_MyAAJvW_Y3CCvxhM0w-ttCReVINWVWZKif0-Bn1YH8ZAQHMcR65DZOqra8UwA7R2P0eHy4ZhIiq5BrltUyemML2jaitELRcfgIf/s1600/sukarno.jpg" title="" /></a></div><div style="text-align: justify;">Ketika Presiden Soekarno gagal membentuk kabinet Gotong Royong (Nasakom) pada tahun 1960 karena mendapat tentangan dari kalangan Islam dan TNI AD, PKI mendapat kompensasi tersendiri dengan memperoleh kedudukan dalam MPRS, DPRGR, DPA dan Pengurus Besar Front Nasional serta dalam Musyawarah Pembantu Pimpinan Revolusi (MPPR). Kondisi ini mendorong pimpinan TNI AD berusaha untuk mengimbanginya dengan mengajukan calon-calon lain sehingga menjadi pengontrol terhadap PKI dalam komposisinya. Upaya ini tidak mencapai hasil yang optimal karena Presiden Soekarno tetap memberikan porsi dan posisi kepada anggota PKI.</div><br /><div style="text-align: justify;">Ketika TNI AD mensinyalir adanya upaya dari PKI melakukan tindakan pengacauan di Jawa Tengah, Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan dan Sulawesi Selatan, pimpinan TNI AD mengambil tindakan berdasarkan UU Keadaan Bahaya mengambil tindakan terhadap PKI dengan melarang terbitnya Harian Rakyat dan dikeluarkan perintah penangkapan Aidit dan kawan-kawan, namun mereka berhasil lolos. Kegiatan-kegiatan PKI-PKI di daerah juga dibekukan. Namun tindakan TNI AD ini tidak disetujui oleh Presiden Soekarno dan memerintahkan segala keputusan dicabut kembali. Presiden Soekarno melarang Peperda mengambil tindakan politis terhadap PKI.</div><br /><div style="text-align: justify;">Pada akhir tahun 1964, PKI disudutkan dengan berita ditemukannya dokumen rahasia milik PKI tentang Resume Program Kegiatan PKI Dewasa ini. Dokumen tersebut menyebutkan bahwa PKI akan melancarkan perebutan kekuasaan. Namun pimpinan PKI, Aidit, menyangkal dengan berbagai cara dan menyebutnya sebagai dokumen palsu. </div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Namun PKI melakukan tindakan sebaliknya dengan melakukan sikap ofensif dengan melakukan serangan politik terhadap Partai Murba dengan tuduhan telah memecah belah persatuan Nasakom, dan akan mengadakan kudeta serta akan membunuh ajaran dan pribadi Presiden Soekarno. Upaya-upaya PKI ini membawa hasil dengan ditangkapnya tokoh-tokoh Murba, diantaranya Soekarni dan partai Murba dibekukan oleh Presiden Soekarno.</div><br /><div style="text-align: justify;">Merasa kedudukannya yang semakin kuat PKI berusaha untuk memperoleh kedudukan dalam kabinet. Berbagai upaya dilakukan PKI mulai dari aksi corat-coret, pidato-pidato dan petisi-petisi yang menyerukan pembentukan kabinet Nasakom. Mereka juga menuntut penggantian pembantu-pembantu Presiden yang tidak mampu merealisasikan Tri Program Pemerintah, serta mendesak supaya segera dibentuk Kabinet Gotong-Royong yang berporoskan Nasakom.</div><br /><div style="text-align: justify;">Terhadap TNI AD pun, PKI melakukan berbagai upaya dalam rangka mematahkan pembinaan teritorial yang sudah dilakukan oleh TNI AD. Seperti peristiwa Bandar Betsy (Sumatera Utara), Peristiwa Jengkol. Upaya merongrong ini dilakukan melalui radio, pers, dan poster yang menggambarkan setan desa yang harus dibunuh dan dibasmi. Tujuan politik PKI disini adalah menguasai desa untuk mengepung kota.</div></div>

Kekuatan politik pada masa demokrasi terpimpin terpusat di tangan Presiden Soekarno. Presiden Soekarno memegang seluruh kekuasaan negara den...

Teladan dari Pahlawan Nasional dari Papua :

Diposkan oleh Khairul Fata Label: IPS di 2:27 AM

<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><div style="text-align: justify;">Beberapa tokoh pahlawan Nasional ada yang berasal dari daerah. Untuk pahlawan dari daerah, kita akan mengambil hikmah para pejuang yang berasal dari wilayah paling timur Indonesia, yaitu Papua. Diantara mereka mungkin kalian ada yang belum mengenalnya, padahal sesungguhnya mereka mempunyai jasa yang sama dalam upaya memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Tiga tokoh akan kita bahas di sini, yaitu Frans Kaisiepo, Silas Papare dan Marthen Indey.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Posisi Papua dalam sejarah Indonesia setelah kemerdekaan sebenarnya unik. Papua adalah wilayah di Indonesia yang bahkan setelah RI kembali menjadi negara kesatuan pada tahun 1950 pun, tetap berada dalam kendali Belanda. Khusus persoalan Papua, berdasarkan hasil KMB tahun 1949, sesungguhnya akan dibicarakan kembali oleh pemerintah RI dan Belanda “satu tahun kemudian”. Nyatanya hingga tahun 1962, ketika Indonesia akhirnya memilih jalan perjuangan militer dalam merebut wilayah ini, Belanda tetap berupaya mempertahankan Papua.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Meski demikian, dalam kurun waktu selama itu, bukan berarti rakyat Papua berdiam diri untuk tidak menunjukkan nasionalisme keindonesiaan mereka. Berbagai upaya juga mereka lakukan agar bisa menjadikan Papua sebagai bagian dari negara Republik Indonesia. Muncullah tokoh-tokoh yang memiliki peran besar dalam upaya integrasi tersebut, seperti Frans Kaisiepo, Silas Papare dan Marthen Indey.</div><div style="text-align: justify;"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjfxhkn7N0r2XQdVItzk6h-b-dSFgwADNV68rewiPVnC4lRTJn2Rag5pIsNMLRS4MDuQLxfljcemfyPwn0Q2ZWSi9MX66wjl-IEl-q4s2c131YdNDvRk_VYX7flhVv9koHmEmJ7cL6Z5bUa/s1600/Pahlawan-Papua.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 0em; margin-right: 0em;"><img alt="pahlawan papua" border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjfxhkn7N0r2XQdVItzk6h-b-dSFgwADNV68rewiPVnC4lRTJn2Rag5pIsNMLRS4MDuQLxfljcemfyPwn0Q2ZWSi9MX66wjl-IEl-q4s2c131YdNDvRk_VYX7flhVv9koHmEmJ7cL6Z5bUa/s1600/Pahlawan-Papua.jpg" title="" /></a></div><b>1. Frans Kaisepo</b></div><div style="text-align: justify;">Frans Kaisiepo (1921-1979) adalah salah seorang tokoh yang mempopulerkan lagu Indonesia Raya di Papua saat menjelang Indonesia merdeka. Ia juga turut berperan dalam pendirian Partai Indonesia Merdeka (PIM) pada tanggal 10 Mei 1946. Pada tahun yang sama, Kaisiepo menjadi anggota delegasi Papua dalam konferensi Malino di Sulawesi Selatan, dimana ia sempat menyebut Papua (Nederlands Nieuw Guinea) dengan nama Irian yang konon diambil dari bahasa Biak dan berarti daerah panas. Namun kata Irian tersebut malah diberinya pengertian lain : “Ikut Republik Indonesia Anti Nederlands.(Kemensos, 2013). </div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Frans Kaisiepo juga menentang pembentukan Negara Indonesia Timur (NIT) karena NIT tidak memasukkan Papua ke dalamnya. Ia lalu mengusulkan agar Papua dimasukkan ke dalam Keresidenan Sulawesi Utara.<br /><br />Tahun 1948 Kaisiepo ikut berperan dalam merancang pemberontakan rakyat Biak melawan pemerintah kolonial Belanda. Setahun setelahnya, ia menolak menjadi ketua delegasi Nederlands Nieuw Guinea ke Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag.<br /><br />Tahun 1961 ia mendirikan partai politik Irian Sebagian Indonesia (ISI) yang menuntut penyatuan Nederlans Nieuw Guinea ke negara Republik Indonesia. Wajar bila ia kemudian banyak membantu para tentara pejuang Trikora saat menyerbu Papua.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Paruh tahun terakhir tahun 1960-an, Kaisiepo berupaya agar Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) bisa dimenangkan oleh masyarakat yang ingin Papua bergabung ke Indonesia. Proses tersebut akhirnya menetapkan Papua menjadi bagian dari negara Republik Indonesia.<br /><br /><b>2. Silas Papare</b></div><div style="text-align: justify;">Silas Papare (1918-1978) membentuk Komite Indonesia Merdeka (KIM) hanya sekitar sebulan setelah Indonesia merdeka. Tujuan KIM yang dibentuk pada bulan September 1945 ini adalah untuk menghimpun kekuatan dan mengatur gerak langkah perjuangan dalam membela dan mempertahankan proklamasi 17 Agustus 1945.<br /><br />Bulan Desember tahun yang sama, Silas Papare bersama Marthen Indey dianggap mempengaruhi Batalyon Papua bentukan Sekutu untuk memberontak terhadap Belanda. Akibatnya mereka berdua ditangkap Belanda dan dipenjara di Holandia (Jayapura).</div><div style="text-align: justify;"><br />Setelah keluar dari penjara, Silas Papare mendirikan Partai Kemerdekaaan Irian. Partai ini kemudian diundang pemerintah RI ke Yogyakarta. Silas Papare yang sudah bebas pergi ke sana dan bersama dengan teman-temannya membentuk Badan Perjuangan Irian di Yogyakarta. Sepanjang tahun 1950-an ia berusaha keras agar Papua menjadi bagian dari Republik Indonesia.<br /><br />Tahun 1962 ia mewakili Irian Barat duduk sebagai anggota delegasi RI dalam Perundingan New York antara Indonesia-Belanda dalam upaya penyelesaian masalah Papua. Berdasarkan “New York Agreement” ini, Belanda akhirnya setuju untuk mengembalikan Papua ke Indonesia.</div><div style="text-align: justify;"><br /><b>3. Marthen Indey</b><br />Marthen Indey (1912–1986) sebelum Jepang masuk ke Indonesia adalah seorang anggota polisi Hindia Belanda. Keindonesiaan yang ia miliki justru semakin tumbuh tatkala ia kerap berinteraksi dengan tahanan politik Indonesia yang dibuang Belanda ke Papua. Ia bahkan pernah berencana bersama anak buahnya untuk berontak terhadap Belanda di Papua, namun gagal.<br /><br />Antara tahun 1945-1947, Indey masih menjadi pegawai pemerintah Belanda dengan jabatan sebagai Kepala Distrik. Meski demikian, bersama-sama kaum nasionalis di Papua, secara sembunyi-sembunyi ia malah menyiapkan pemberontakan. Tetapi sekali lagi, pemberontakan ini gagal dilaksanakan.</div><div style="text-align: justify;"><br />Sejak tahun 1946 Marthen Indey menjadi Ketua Partai Indonesia Merdeka (PIM). Ia lalu memimpin sebuah aksi protes yang didukung delegasi 12 Kepala Suku terhadap keinginan Belanda yang ingin memisahkan Papua dari Indonesia. Indey juga mulai terang-terangan menghimbau anggota militer yang bukan orang Belanda agar melancarkan perlawanan terhadap Belanda.<br /><br />Akibat aktivitas politiknya yang kian berani ini, pemerintah Belanda menangkap dan memenjarakan Indey. Tahun 1962, saat Marthen Indey tak lagi dipenjara, ia menyusun kekuatan gerilya sambil menunggu kedatangan tentara Indonesia yang akan diterjunkan ke Papua dalam rangka operasi Trikora. Saat perang usai, ia berangkat ke New York untuk memperjuangkan masuknya Papua ke wilayah Indonesia, di PBB hingga akhirnya Papua (Irian) benar-benar menjadi bagian Republik Indonesia.</div></div>

Beberapa tokoh pahlawan Nasional ada yang berasal dari daerah. Untuk pahlawan dari daerah, kita akan mengambil hikmah para pejuang yang bera...

Para Raja yang Berkorban Untuk Bangsa

Diposkan oleh Khairul Fata Label: IPS di 11:23 PM

<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><div style="text-align: justify;">Saat Indonesia merdeka, di Indonesia, masih ada kerajaan-kerajaan yang berdaulat. Hebatnya, para penguasa kerajaan-kerajaan tersebut lebih memilih untuk meleburkan kerajaan mereka ke dalam negara Republik Indonesia. Hal ini bisa terjadi tak lain karena dalam diri para raja dan rakyat di daerah mereka telah tertanam dengan begitu kuat rasa kebangsaan Indonesia.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Meski demikian tak semua raja mau bergabung dengan negara kesatuan RI. Sultan Hamid II dari Pontianak misalnya, bahkan pada tahun 1950-an lebih memilih berontak hingga turut serta dalam rencana pembunuhan terhadap beberapa tokoh dan pejabat di Jakarta, meski akhirnya mengalami kegagalan.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;"><b> A. Sultan Hamengkubuwono IX</b></div><div style="text-align: justify;">Pada tahun 1940, ketika Sultan Hamengkubuwono IX dinobatkan menjadi raja Yogjakarta, ia dengan tegas menunjukkan sikap nasionalismenya. Sikapnya ini kemudian diperkuat manakala tidak sampai 3 minggu setelah proklamasi 17 Agustus 1945 dibacakan, Sultan Hamengkubuwono IX menyatakan Kerajaan Yogjakarta adalah bagian dari negara Republik Indonesia.</div><div style="text-align: justify;">Dimulai pada tanggal 19 Agustus, Sultan mengirim telegram ucapan selamat kepada Soekarno-Hatta atas terbentuknya Republik Indonesia dan terpilihnya Soekarno-Hatta sebagai Presiden dan Wakil Presiden. Tanggal 20 Agustus besoknya, melalui telegram kembali, Sultan dengan tegas menyatakan berdiri di belakang Presiden dan Wakil Presiden terpilih. Dan akhirnya pada tanggal 5 September 1945, Sultan Hamengkubuwono IX memberikan amanat bahwa:</div><ol style="text-align: left;"><li style="text-align: justify;">Ngayogyakarta Hadiningrat yang bersifat kerajaan adalah daerah istimewa dari Republik Indonesia.</li><li style="text-align: justify;">Segala kekuasaan dalam negeri Ngayogyakarta Hadiningrat dan urusan pemerintahan berada di tangan Hamengkubuwono IX.</li><li style="text-align: justify;">Hubungan antara Ngayogyakarta Hadiningrat dengan pemerintah RI bersifat langsung dan Sultan Hamengkubuwono IX bertanggung jawab kepada Presiden RI.</li></ol><br /><div style="text-align: justify;">Sejak awal kemerdekaan, Sultan memberikan banyak fasilitas bagi pemerintah RI yang baru terbentuk untuk menjalankan roda pemerintahan. Markas TKR dan ibukota RI misalnya, pernah berada di Yogjakarta atas saran Sultan. Bantuan logistik dan perlindungan bagi kesatuan-kesatuan TNI tatkala perang kemerdekaan berlangsung, juga ia berikan.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Sultan Hamengkubuwono IX juga pernah menolak tawaran Belanda yang akan menjadikannya raja seluruh Jawa setelah agresi militer Belanda II berlangsung. Belanda rupanya ingin memisahkan Sultan yang memiliki pengaruh besar itu dengan Republik. Bukan saja bujukan, Belanda bahkan juga sampai mengancam Sultan. Namun Sultan Hamengkubuwono IX malah menghadapi ancaman tersebut dengan berani.</div><div style="text-align: justify;"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgZEQl6gOiaTS8d6KGQsXWxVKPorXmWojedUu3U73KAmq9jFg1_CBTkI1v9k7HmE2z-f21RcIHlKCAkHzNYqsz2li0sMinNFg_nQ6kxbzKX0jGJIzeRlKvelT13qHcepDGmkibcvMyycM8t/s1600/raja.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 0em; margin-right: 0em;"><img alt="para raja " border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgZEQl6gOiaTS8d6KGQsXWxVKPorXmWojedUu3U73KAmq9jFg1_CBTkI1v9k7HmE2z-f21RcIHlKCAkHzNYqsz2li0sMinNFg_nQ6kxbzKX0jGJIzeRlKvelT13qHcepDGmkibcvMyycM8t/s1600/raja.jpg" title="" /></a></div></div><div style="text-align: justify;"><b>B. Sultan Syarif Kasim II (1893-1968).</b></div><div style="text-align: justify;"> Sultan Syarif Kasim II dinobatkan menjadi raja Siak Indrapura pada tahun 1915 ketika berusia 21 tahun. Ia memiliki sikap bahwa kerajaan Siak berkedudukan sejajar dengan Belanda. Berbagai kebijakan yang ia lakukan pun kerap bertentangan dengan keinginan Belanda. Ketika berita proklamasi kemerdekaan Indonesia sampai ke Siak, Sultan Syarif Kasim II segera mengirim surat kepada Soekarno-Hatta, menyatakan kesetiaan dan dukungan terhadap pemerintah RI serta menyerahkan harta senilai 13 juta gulden untuk membantu perjuangan RI.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Tindak lanjut berikutnya, Sultan Syarif Kasim II membentuk Komite Nasional Indonesia di Siak, Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan Barisan Pemuda Republik. Ia juga segera mengadakan rapat umum di istana serta mengibarkan bendera Merah-Putih, dan mengajak raja-raja di Sumatera Timur lainnya agar turut memihak republik.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Saat revolusi kemerdekaan pecah, Sultan aktif mensuplai bahan makanan untuk para laskar. Ia juga kembali menyerahkan kembali 30 % harta kekayaannya berupa emas kepada Presiden Soekarno di Yogyakarta bagi kepentingan perjuangan. Ketika Van Mook, Gubernur Jenderal de facto Hindia Belanda, mengangkatnya sebagai “Sultan Boneka”Belanda, Sultan Syarif Kasim II tentu saja menolak. Ia tetap memilih bergabung dengan pemerintah Republik Indonesia. Atas jasanya tersebut, Sultan Syarif Kasim II dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh pemerintah Indonesia.</div></div>

Saat Indonesia merdeka, di Indonesia, masih ada kerajaan-kerajaan yang berdaulat. Hebatnya, para penguasa kerajaan-kerajaan tersebut lebih m...

Keadaan Ekonomi Indonesia Masa Demokrasi Liberal

Diposkan oleh Khairul Fata Label: IPS di 5:04 AM

<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><div style="text-align: justify;">Sesudah pengakuan kedaulatan, Pemerintah Indonesia menanggung beban ekonomi dan keuangan yang cukup berat dampak dari disepakatinya ketentuanketentuan KMB, yaitu meningkatnya nilai utang Indonesia, baik utang luar negeri maupun utang dalam negeri. Permasalahan yang dihadapi pemerintah Indonesia pada saat itu mencakup permasalahan jangka pendek dan permasalahan jangka panjang.<br /><br />Permasalahan jangka pendek yang dihadapi pemerintah Indonesia saat itu adalah tingginya jumlah mata uang yang beredar dan meningkatnya biaya hidup. Permasalahan jangka panjang yang dihadapi pemerintah adalah pertambahan jumlah penduduk dengan tingkat hidup yang rendah. Selain masalah jangka panjang dan jangka pendek tersebut perekonomian Indonesia saat itu juga dipengaruhi oleh beberapa faktor. Beberapa faktor yang menyebabkan keadaan ekonomi tersendat adalah sebagai berikut.</div><ol style="text-align: left;"><li style="text-align: justify;">Setelah pengakuan kedaulatan dari Belanda pada tanggal 27 Desember 1949, bangsa Indonesia menanggung beban ekonomi dan keuangan seperti yang telah ditetapkan dalam KMB. Beban tersebut berupa hutang luar negeri sebesar 1,5 Triliun rupiah dan utang dalam negeri sejumlah 2,8 Triliun rupiah.</li><li style="text-align: justify;">Defisit yang harus ditanggung oleh Pemerintah pada waktu itu sebesar 5,1 Miliar.</li><li style="text-align: justify;">Indonesia hanya mengandalkan satu jenis ekspor terutama hasil bumi yaitu pertanian dan perkebunan sehingga apabila permintaan ekspor dari sektor itu berkurang akan memukul perekonomian Indonesia.</li><li style="text-align: justify;">Politik keuangan Pemerintah Indonesia tidak di buat di Indonesia melainkan dirancang oleh Belanda.</li><li style="text-align: justify;">Pemerintah Belanda tidak mewarisi nilai-nilai yang cukup untuk mengubah sistem ekonomi kolonial menjadi sistem ekonomi nasional.</li><li style="text-align: justify;">Belum memiliki pengalaman untuk menata ekonomi secara baik, belum memiliki tenaga ahli dan dana yang diperlukan secara memadai.</li><li style="text-align: justify;">Situasi keamanan dalam negeri yang tidak menguntungkan berhubung banyaknya pemberontakan dan gerakan sparatisisme di berbagai daerah di wilayah Indonesia.</li><li style="text-align: justify;">Tidak stabilnya situasi politik dalam negeri mengakibatkan pengeluaran pemerintah untuk operasi-operasi keamanan semakin meningkat.</li><li style="text-align: justify;">Kabinet terlalu sering berganti menyebabakan program-program kabinet yang telah direncanakan tidak dapat dilaksanakan, sementara program baru mulai dirancang.</li><li style="text-align: justify;">Angka pertumbuhan jumlah penduduk yang besar.</li></ol><br /><div style="text-align: justify;">Kehidupan ekonomi Indonesia hingga tahun 1959 belum berhasil dengan baik dan tantangan yang menghadangnya cukup berat. Upaya pemerintah untuk memperbaiki kondisi ekonomi adalah sebagai berikut.</div><div style="text-align: justify;"><br /><b>1. Gunting Syafruddin</b><br />Kebijakan ini adalah Pemotongan nilai uang (sanering). Caranya memotong semua uang yang bernilai Rp. 2,50 ke atas hingga nilainya tinggal setengahnya. Kebijakan ini dilakukan oleh Menteri Keuangan Syafruddin Prawiranegara pada masa pemerintahan RIS. Tindakan ini dilakukan pada tanggal 20 Maret 1950 berdasarkan SK Menteri Nomor 1 PU tanggal 19 Maret 1950 Tujuannya untuk menanggulangi defisit anggaran sebesar Rp. 5,1 Miliar.</div><div style="text-align: justify;"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgdJBlUfvAU5OU7B5c21LpjqGiC5OQZKe3a1FnI9lqpYtzfWpRvT04E6AP0RA2PExM0TqYkykKNut2jmLz_NXYUVc4O7RGgm3LpfD4pbVlcaAV0I5uMBVm4UY6JPB5i2YARCZD0O7XJx97K/s1600/gunting_safrudin.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 0em; margin-right: 0em;"><img alt="gunting safrudin" border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgdJBlUfvAU5OU7B5c21LpjqGiC5OQZKe3a1FnI9lqpYtzfWpRvT04E6AP0RA2PExM0TqYkykKNut2jmLz_NXYUVc4O7RGgm3LpfD4pbVlcaAV0I5uMBVm4UY6JPB5i2YARCZD0O7XJx97K/s1600/gunting_safrudin.jpg" title="" /></a></div>Dampaknya rakyat kecil tidak dirugikan karena yang memiliki uang Rp. 2,50 ke atas hanya orang-orang kelas menengah dan kelas atas. Dengan kebijakan ini dapat mengurangi jumlah uang yang beredar dan pemerintah mendapat kepercayaan dari pemerintah Belanda dengan mendapat pinjaman sebesar Rp. 200 juta.<br /><br /><b>2. Sistem Ekonomi Gerakan Benteng</b><br />Sistem ekonomi Gerakan Benteng merupakan usaha pemerintah Republik Indonesia untuk mengubah struktur ekonomi yang berat sebelah yang dilakukan pada masa Kabinet Natsir yang direncanakan oleh Sumitro Joyohadikusumo (menteri perdagangan). Program ini bertujuan untuk mengubah struktur ekonomi kolonial menjadi struktur ekonomi nasional (pembangunan ekonomi Indonesia). Programnya :</div><ul style="text-align: left;"><li>Menumbuhkan kelas pengusaha dikalangan bangsa Indonesia.</li><li>Para pengusaha Indonesia yang bermodal lemah perlu diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi nasional.</li><li>Para pengusaha Indonesia yang bermodal lemah perlu dibimbing dan diberikan bantuan kredit.</li><li>Para pengusaha pribumi diharapkan secara bertahap akan berkembang menjadi maju.</li></ul><div style="text-align: justify;"><br />Gagasan Sumitro ini dituangkan dalam program Kabinet Natsir dan Program Gerakan Benteng dimulai pada April 1950. Hasilnya selama 3 tahun (1950-1953) lebih kurang 700 perusahaan bangsa Indonesia menerima bantuan kredit dari program ini. Tetapi tujuan program ini tidak dapat tercapai dengan baik meskipun beban keuangan pemerintah semakin besar. Kegagalan program ini disebabkan karena :<br /><ul><li>Para pengusaha pribumi tidak dapat bersaing dengan pengusaha non pribumi dalam kerangka sistem ekonomi liberal.</li><li>Para pengusaha pribumi memiliki mentalitas yang cenderung konsumtif.</li><li>Para pengusaha pribumi sangat tergantung pada pemerintah.</li><li>Para pengusaha kurang mandiri untuk mengembangkan usahanya.</li><li>Para pengusaha ingin cepat mendapatkan keuntungan besar dan menikmati cara hidup mewah.</li><li>Para pengusaha menyalahgunakan kebijakan dengan mencari keuntungan secara cepat dari kredit yang mereka peroleh.</li></ul><br />Dampaknya program ini menjadi salah satu sumber defisit keuangan. Beban defisit anggaran Belanja pada 1952 sebanyak 3 Miliar rupiah ditambah sisa defisit anggaran tahun sebelumnya sebesar 1,7 miliar rupiah. Sehingga menteri keuangan Jusuf Wibisono memberikan bantuan kredit khususnya pada pengusaha dan pedagang nasional dari golongan ekonomi lemah sehingga masih terdapat para pengusaha pribumi sebagai produsen yang dapat menghemat devisa dengan mengurangi volume impor.<br /><br /><b>3. Nasionalisasi De Javasche Bank</b><br />Seiring meningkatnya rasa nasionalisme maka pada akhir tahun 1951 pemerintah Indonesia melakukan nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia. Awalnya terdapat peraturan bahwa mengenai pemberian kredi tharus dikonsultasikan pada pemerintah Belanda. Hal ini menghambat pemerintah dalam menjalankan kebijakan ekonomi dan moneter. Tujuannya adalah untuk menaikkan pendapatan dan menurunkan biaya ekspor, serta melakukan penghematan secara drastis.<br /><br />Perubahan mengenai nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia sebagai bank sentral dan bank sirkulasi diumumkan pada tanggal 15 Desember 1951 berdasarkan Undang-undang No. 24 tahun 1951.<br /><br /><b>4. Sistem Ekonomi Ali-Baba</b><br />Sistem ekonomi Ali-Baba diprakarsai oleh Iskaq Tjokrohadisurjo (mentri perekonomian kabinet Ali I). Tujuan dari program ini adalah untuk memajukan pengusaha pribumi, agar para pengusaha pribumi Bekerjasama memajukan ekonomi nasional, pertumbuhan dan perkembangan pengusaha swasta nasional pribumi dalam rangka merombak ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional, memajukan ekonomi Indonesia perlu adanya kerjasama antara pengusaha pribumi dan non pribumi. Ali digambarkan sebagai pengusaha pribumi sedangkan Baba digambarkan sebagai pengusaha non pribumi khususnya Cina.<br /><br />Pelaksanaan kebijakan Ali-Baba,<br /><ul><li>Pengusaha pribumi diwajibkan untuk memberikan latihan-latihan dan tanggung jawab kepada tenaga-tenaga bangsa Indonesia agar dapat menduduki jabatan-jabatan staf.</li><li>Pemerintah menyediakan kredit dan lisensi bagi usaha-usaha swasta nasional</li><li>Pemerintah memberikan perlindungan agar mampu bersaing dengan perusahaan-perusahaan asing yang ada.</li></ul>Program ini tidak dapat berjalan dengan baik sebab:<br /><ul><li>Pengusaha pribumi kurang pengalaman sehingga hanya dijadikan alat untuk mendapatkan bantuan kredit dari pemerintah. Sedangkan pengusaha non pribumi lebih berpengalaman dalam memperoleh bantuan kredit.</li><li>Indonesia menerapkan sistem Liberal sehingga lebih mengutamakan persaingan bebas.</li><li>Pengusaha pribumi belum sanggup bersaing dalam pasar bebas.</li></ul><br /><b>5. Persaingan Finansial Ekonomi (Finek)</b><br />Pada masa Kabinet Burhanudin Harahap dikirim delegasi ke Jenewa untuk merundingkan masalah finansial-ekonomi antara pihak Indonesia dengan pihak Belanda. Misi ini dipimpin oleh Anak Agung Gede Agung. Pada tanggal 7 Januari 1956 dicapai kesepakatan rencana persetujuan Finek, yang berisi :<br /><ul><li>Persetujuan Finek hasil KMB dibubarkan.</li><li>Hubungan Finek Indonesia-Belanda didasarkan atas hubungan bilateral.</li><li>Hubungan Finek didasarkan pada Undang-undang Nasional, tidak boleh diikat oleh perjanjian lain antara kedua belah pihak.</li></ul><br />Hasilnya pemerintah Belanda tidak mau menandatangani, sehingga Indonesia mengambil langkah secara sepihak. Tanggal 13 Februari1956, Kabinet Burhanuddin Harahap melakukan pembubaran Uni Indonesia-Belanda secara sepihak. Tujuannya untuk melepaskan diri dari keterikatan ekonomi dengan Belanda. Sehingga, tanggal 3 Mei 1956, akhirnya Presiden Sukarno menandatangani undang-undang pembatalan KMB.<br /><br />Dampaknya banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya, sedangkan pengusaha pribumi belum mampu mengambil alih perusahaan Belanda tersebut.<br /><br /><b>6. Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT)</b><br />Masa kerja kabinet pada masa liberal yang sangat singkat dan program yang silih berganti menimbulkan ketidakstabilan politik dan ekonomi yang menyebabkan terjadinya kemerosotan ekonomi, inflasi, dan lambatnya pelaksanaan pembangunan.<br /><br />Program yang dilaksanakan umumnya merupakan program jangka pendek, tetapi pada masa kabinet Ali Sastroamijoyo II, pemerintahan membentuk Badan Perencanaan Pembangunan Nasional yang disebut Biro Perancang Negara. Tugas biro ini merancang pembangunan jangka panjang. Ir. Juanda diangkat sebagai menteri perancang nasional. Biro ini berhasil menyusun Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT) yang rencananya akan dilaksanakan antara tahun 1956-1961 dan disetujui DPR pada tanggal 11 November 1958. Tahun 1957 sasaran dan prioritas RPLT diubah melalui Musyawarah Nasional Pembangunan (Munap). Pembiayaan RPLT diperkirakan 12,5 miliar rupiah.<br />RPLT tidak dapat berjalan dengan baik disebabkan karena :<br /><ul><li>Adanya depresi ekonomi di Amerika Serikat dan Eropa Barat pada akhir tahun 1957 dan awal tahun 1958 mengakibatkan ekspor dan pendapatan negara merosot.</li><li>Perjuangan pembebasan Irian Barat dengan melakukan nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda di Indonesia menimbulkan gejolak ekonomi.</li><li>Adanya ketegangan antara pusat dan daerah sehingga banyak daerah yang melaksanakan kebijakan ekonominya masing-masing.</li></ul><b>7. Musyawarah Nasional Pembangunan</b><br />Masa kabinet Juanda terjadi ketegangan hubungan antara pusat dan daerah. Masalah tersebut untuk sementara waktu dapat teratasi dengan Musayawaraah Nasional Pembangunan (Munap). Tujuan diadakan Munap adalah untuk mengubah rencana pembangunan agar dapat dihasilkan rencana pembangunan yang menyeluruh untuk jangka panjang. Tetapi tetap saja rencana pembangunan tersebut tidak dapat dilaksanakan dengan baik karena :<br /><ul><li>Adanya kesulitan dalam menentukan skala prioritas.</li><li>Terjadi ketegangan politik yang tak dapat diredakan.</li><li>Timbul pemberontakan PRRI/Permesta.</li><li>Membutuhkan biaya besar untuk menumpas pemberontakan PRRI/ Permesta sehingga meningkatkan defisit Indonesia.</li><li>Memuncaknya ketegangan politik Indonesia- Belanda menyangkut masalah Irian Barat mencapai konfrontasi bersenjata. </li></ul></div></div>

Sesudah pengakuan kedaulatan, Pemerintah Indonesia menanggung beban ekonomi dan keuangan yang cukup berat dampak dari disepakatinya ketentua...

Teladan Para Tokoh Persatuan

Diposkan oleh Khairul Fata Label: IPS di 9:55 PM

<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><div style="text-align: justify;">Pahlawan Nasional adalah gelar yang diberikan oleh Pemerintah Indonesia kepada seseorang warga Negara Indonesia yang semasa hidupnya melakukan tindak kepahlawanan dan berjasa sangat luar biasa bagi kepentingan bangsa dan negara. Tidak sembarangan orang memang dapat menyandang secara resmi gelar pahlawan nasional. Ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi. Salah satu diantaranya adalah tokoh tersebut telah memimpin dan melakukan perjuangan bersenjata atau perjuangan politik atau perjuangan dalam bidang lainnya untuk mencapai/merebut/mempertahankan/ mengisi kemerdekaan serta mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa.</div><div style="text-align: justify;"><br />Beberapa kriteria untuk dapat diberikan gelar pahlawan nasional antara lain sebagai berikut.</div><ol style="text-align: left;"><li style="text-align: justify;">Warga Negara Indonesia yang telah meninggal dunia dan semasa hidupnya :</li><li style="text-align: justify;">Telah memimpin dan melakukan perjuangan bersenjata atau perjuangan politik/ perjuangan dalam bidang lain mencapai/ merebut /memper tahankan/mengisi kemerdekaan serta mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa.</li><li style="text-align: justify;">Telah melahirkan gagasan atau pemikiran besar yang dapat menunjang pembangunan bangsa dan negara.</li><li style="text-align: justify;">Telah menghasilkan karya besar yang mendatangkan manfaat bagi kesejahteraan masyarakat luas atau meningkatkan harkat dan martabat bangsa Indonesia.</li><li style="text-align: justify;">Pengabdian dan Perjuangan yang dilakukannya berlangsung hampir sepanjang hidupnya (tidak sesaat) dan melebihi tugas yang diembannya.</li><li style="text-align: justify;">Perjuangan yang dilakukan mempunyai jangkauan luas dan berdampak nasional.</li><li style="text-align: justify;">Memiliki konsistensi jiwa dan semangat kebangsaan/nasionalisme yang tinggi.</li><li style="text-align: justify;">Memiliki akhlak dan moral yang tinggi.</li><li style="text-align: justify;">Tidak menyerah pada lawan/musuh dalam perjuangannya.</li><li style="text-align: justify;">Datam riwayat hidupnya tidak pernah melakukan perbuatan tercela yang dapat merusak nilai perjuangannya.</li></ol><div id="pmks-judulatas">DAFTAR NAMA PAHLAWAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA</div><hr /><table border="0" cellpadding="1" cellspacing="1" style="width: 100%px;"><tbody><tr>             <td bgcolor="#14740a" height="44" width="6%"><div align="center"><b>NO</b></div></td>             <td bgcolor="#14740a" width="45%"><div align="center"><b>Nama</b></div></td>             <td bgcolor="#14740a" width="22%"><div align="center"><b>SK Presiden </b></div></td>             <td bgcolor="#14740a" width="16%"><div align="center"><b>Asal Daerah / Daerah Pengusul</b></div></td>             <td bgcolor="#14740a" width="11%"><div align="center"><b>Ket</b></div></td>           </tr><tr>             <td bgcolor="#fc9503"><div align="center">1.</div></td>             <td bgcolor="#fc9503">Tjuk Njak Dhien<br />1850 - 1908</td>             <td bgcolor="#fc9503">106 Tahun 1964<br />2 – 5 - 1964</td>             <td bgcolor="#fc9503">D. I.  Aceh</td><td bgcolor="#fc9503"><div align="center"></div></td>           </tr><tr>             <td bgcolor="#f3e97e"><div align="center">2.</div></td>             <td bgcolor="#f3e97e">Tjut Meutia<br />1870</td>             <td bgcolor="#f3e97e">107 Tahun 1964<br />2 – 5 - 1964</td>             <td bgcolor="#f3e97e"><div align="center">D. I. Aceh</div></td>             <td bgcolor="#f3e97e"><div align="center"></div></td>           </tr><tr>             <td bgcolor="#fc9503"><div align="center">3.</div></td>             <td bgcolor="#fc9503">Raden Adjeng Kartini<br />1879 - 1904</td>             <td bgcolor="#fc9503">108 Tahun 1964<br />2 – 5 - 1964</td>             <td bgcolor="#fc9503"><div align="center">Jawa Tengah</div></td>             <td bgcolor="#fc9503"><div align="center"></div></td>           </tr><tr>             <td bgcolor="#f3e97e"><div align="center">4.</div></td><td bgcolor="#f3e97e">Raden Dewi Sartika<br />1884-1947</td><td bgcolor="#f3e97e">252 Tahun 1966 1-2-1966</td><td bgcolor="#f3e97e"><div align="center">Jawa Barat</div></td> <td bgcolor="#f3e97e"><div align="center"></div></td></tr><tr>             <td bgcolor="#f3e97e"><div align="center">5.</div></td>             <td bgcolor="#f3e97e">Martha Christina Tijahahu<br />1800-1818</td>             <td bgcolor="#f3e97e">012/TK/1969<br />20-5-1969</td>             <td bgcolor="#f3e97e"><div align="center">Maluku</div></td>             <td bgcolor="#f3e97e"><div align="center"></div></td>           </tr><tr>             <td bgcolor="#fc9503"><div align="center">6.</div></td>             <td bgcolor="#fc9503">Maria Walanda Maramis<br />1872-1924</td>             <td bgcolor="#fc9503">012/TK/1969<br />20-5-1969</td>             <td bgcolor="#fc9503">Sulawesi Utara</td><td bgcolor="#fc9503"><div align="center"></div></td>           </tr><tr>             <td bgcolor="#f3e97e"><div align="center">7.</div></td>             <td bgcolor="#f3e97e">Nyai Achmad Dachlan<br />1872-1946</td>             <td bgcolor="#f3e97e">042/TK/1971<br />22-9-1971</td>             <td bgcolor="#f3e97e"><div align="center">D. I. Yogyakarta</div></td>             <td bgcolor="#f3e97e"><div align="center"></div></td>           </tr><tr>             <td bgcolor="#fc9503"><div align="center">8.</div></td>             <td bgcolor="#fc9503">Nji Ageng Serang<br />1752-1828</td>             <td bgcolor="#fc9503">084/TK/1974<br />13-12-1974</td>             <td bgcolor="#fc9503"><div align="center">Jawa Tengah</div></td><td bgcolor="#fc9503"><div align="center"></div></td>           </tr><tr>             <td bgcolor="#f3e97e"><div align="center">9.</div></td>             <td bgcolor="#f3e97e">H.Rasuna Said<br />1910-1965</td>             <td bgcolor="#f3e97e">084/TK/1974<br />13-12-1974</td>             <td bgcolor="#f3e97e"><div align="center">Sumatera Barat</div></td><td bgcolor="#f3e97e"><div align="center"></div></td>           </tr><tr>             <td bgcolor="#fc9503"><div align="center">10.</div></td>             <td bgcolor="#fc9503">Ny. Hj. Fatimah Siti Hartinah Soeharto<br />1923 - 1996</td>             <td bgcolor="#fc9503">060 / TK/ 1996<br />30 – 7 - 1996</td>             <td bgcolor="#fc9503"><div align="center">Surakarta</div></td><td bgcolor="#fc9503"><div align="center"></div></td>           </tr><tr>             <td bgcolor="#f3e97e"><div align="center">11.</div></td>             <td bgcolor="#f3e97e">Hj. Fatmawati Soekarno<br />1923 - 1980</td>             <td bgcolor="#f3e97e">118 / TK / 2000<br />4 – 11 - 2000</td>             <td bgcolor="#f3e97e"><div align="center">Bengkulu</div></td>             <td bgcolor="#f3e97e"><div align="center"></div></td>           </tr><tr>             <td bgcolor="#fc9503"><div align="center">12.</div></td>             <td bgcolor="#fc9503">Opu Daeng Risadju</td>             <td bgcolor="#fc9503">085/TK/TH 2006<br />3-11-2006</td>             <td bgcolor="#fc9503"><div align="center">Sulawesi Selatan</div></td>             <td bgcolor="#fc9503"><div align="center"></div></td>           </tr></tbody></table><table border="1" cellpadding="5" cellspacing="0" style="width: 100%;"><colgroup><col style="mso-width-alt: 4169; mso-width-source: userset; width: 86pt;" width="114"></col>  <col style="mso-width-alt: 14994; mso-width-source: userset; width: 308pt;" width="410"></col>  </colgroup><tbody><tr height="20" style="height: 15.0pt;">   <td class="xl66" colspan="2" height="20" style="border-right: 0.5pt solid black; height: 15pt; text-align: center; width: 394pt;" width="524">Biodata</td>  </tr><tr height="20" style="height: 15.0pt;">   <td class="xl65" height="20" style="border-top: none; height: 15.0pt; width: 86pt;" width="114">Nama</td>   <td class="xl65" style="border-left: none; border-top: none; width: 308pt;" width="410">: <b>Tjoet Nja’ Dhien (Cut Nyak Dien)</b></td>  </tr><tr height="20" style="height: 15.0pt;">   <td class="xl65" height="20" style="border-top: none; height: 15.0pt; width: 86pt;" width="114">Asal Daerah</td>   <td class="xl65" style="border-left: none; border-top: none; width: 308pt;" width="410">: Aceh</td>  </tr><tr height="20" style="height: 15.0pt;">   <td class="xl65" height="20" style="border-top: none; height: 15.0pt; width: 86pt;" width="114">Penetapan</td>   <td class="xl65" style="border-left: none; border-top: none; width: 308pt;" width="410">: 2 Mei 1964</td>  </tr><tr height="20" style="height: 15.0pt;">   <td class="xl65" height="20" style="border-top: none; height: 15.0pt; width: 86pt;" width="114">Lahir</td>   <td class="xl65" style="border-left: none; border-top: none; width: 308pt;" width="410">: Lampadang, Kerajaan Aceh, 1848.</td>  </tr><tr height="20" style="height: 15.0pt;">   <td class="xl65" height="20" style="border-top: none; height: 15.0pt; width: 86pt;" width="114">Wafat</td>   <td class="xl65" style="border-left: none; border-top: none; width: 308pt;" width="410">: Sumedang Jawa Barat 6 November 1908.</td>  </tr><tr><td class="xl65" style="border-top: none; width: 86pt;" valign="top" width="114"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiR_8ORlwIkO9fmOYxjff1ekFssc_98CadJWpqQAP1mgCx_ePqtVi1cSA0mAioDEEm93q-drMX8FRGJ9CzRiaw794joL3nNV2ENtOzOQ0XInMGFS5KRFgSGJ74dst-AlpeAgnaANV-5mDWU/s1600/Cut+Nyak+Dhien+(Tjoet+Nja%E2%80%99+Dhien).jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 0em; margin-right: 0em;"><img alt="cut" border="0" height="200" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiR_8ORlwIkO9fmOYxjff1ekFssc_98CadJWpqQAP1mgCx_ePqtVi1cSA0mAioDEEm93q-drMX8FRGJ9CzRiaw794joL3nNV2ENtOzOQ0XInMGFS5KRFgSGJ74dst-AlpeAgnaANV-5mDWU/s1600/Cut+Nyak+Dhien+(Tjoet+Nja%E2%80%99+Dhien).jpg" title="Cut Nyak Dhien (Tjoet Nja’ Dhien)" width="135" /></a></div></td>   <td class="xl68" style="text-align: justify; width: 308pt;" valign="top" width="410">Cut Nyak Dien bersama Teuku Umar (suaminya), memimpin berbagai peperangan di tanah rencong melawan pasukan Belanda sejak tahun 1880. Belanda mengakui kewalahan menghadapi duet pemimpin ini. Sepeninggal suaminya. <span class="font5">Perjuangan Cut Nyak Dien pernah dalam film drama epos berjudul Tjoet Nja' Dhien pada tahun 1988 yang disutradarai oleh Eros Djarot dan dibintangi Christine Hakim sebagai Tjoet Nja' Dhien, Piet Burnama sebagai Pang Laot, Slamet Rahardjo sebagai Teuku Umar dan juga didukung Rudy Wowor. Film ini memenangkan Piala Citra sebagai film terbaik, dan merupakan film Indonesia pertama yang ditayangkan di Festival Film Cannes (tahun 1989).</span></td>  </tr></tbody></table><table border="1" cellpadding="5" cellspacing="0" style="width: 100%;"><colgroup><col style="mso-width-alt: 4169; mso-width-source: userset; width: 86pt;" width="114"></col>  <col style="mso-width-alt: 14994; mso-width-source: userset; width: 308pt;" width="410"></col>  </colgroup><tbody><tr height="20" style="height: 15.0pt;">   <td class="xl66" colspan="2" height="20" style="border-right: 0.5pt solid black; height: 15pt; text-align: center; width: 394pt;" width="524">Biodata</td>  </tr><tr height="20" style="height: 15.0pt;">   <td class="xl65" height="20" style="border-top: none; height: 15.0pt; width: 86pt;" width="114">Nama</td>   <td class="xl65" style="border-left: none; border-top: none; width: 308pt;" width="410">: <b>Tjoet Nja’ Meutia (Cut Nyak Meutia)</b></td>  </tr><tr height="20" style="height: 15.0pt;">   <td class="xl65" height="20" style="border-top: none; height: 15.0pt; width: 86pt;" width="114">Asal Daerah</td>   <td class="xl65" style="border-left: none; border-top: none; width: 308pt;" width="410">: Aceh</td>  </tr><tr height="20" style="height: 15.0pt;">   <td class="xl65" height="20" style="border-top: none; height: 15.0pt; width: 86pt;" width="114">Penetapan</td>   <td class="xl65" style="border-left: none; border-top: none; width: 308pt;" width="410">: 2 Mei 1964</td>  </tr><tr height="20" style="height: 15.0pt;">   <td class="xl65" height="20" style="border-top: none; height: 15.0pt; width: 86pt;" width="114">Lahir</td>   <td class="xl65" style="border-left: none; border-top: none; width: 308pt;" width="410">: Keureutoe, Pirak, Aceh Utara, 1870</td>  </tr><tr height="20" style="height: 15.0pt;">   <td class="xl65" height="20" style="border-top: none; height: 15.0pt; width: 86pt;" width="114">Wafat</td>   <td class="xl65" style="border-left: none; border-top: none; width: 308pt;" width="410">:  Alue Kurieng, Aceh, 24 Oktober 1910.</td>  </tr><tr height="155" style="height: 116.25pt; mso-height-source: userset;">   <td class="xl65" height="155" style="border-top: none; height: 116.25pt; width: 86pt;" width="114"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiwh2L-f2DfzepJJtU4XoV-87CK3rOeSlYdU81Srj9x5tHu5GfZs1zxYaI0BVOHqs6K5268KYDdtJEjzSs-limHrpHTK5TzSUWsTKgB967tNnYxE8pzliEYzoz8E1-X93bqOxc6DNlQ4-1U/s1600/Cut+Nyak+Meutia+(Tjoet+Nja%E2%80%99+Meutia).jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 0em; margin-right: 0em;"><img alt="cut nyak dien" border="0" height="190" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiwh2L-f2DfzepJJtU4XoV-87CK3rOeSlYdU81Srj9x5tHu5GfZs1zxYaI0BVOHqs6K5268KYDdtJEjzSs-limHrpHTK5TzSUWsTKgB967tNnYxE8pzliEYzoz8E1-X93bqOxc6DNlQ4-1U/s1600/Cut+Nyak+Meutia+(Tjoet+Nja%E2%80%99+Meutia).jpg" title="Cut Nyak Meutia (Tjoet Nja’ Meutia)" width="150" /></a></div></td>   <td class="xl68" style="text-align: justify; width: 308pt;" valign="top" width="410">Awalnya Tjoet Meutia melakukan perlawanan terhadap Belanda bersama suaminya Teuku Muhammad atau Teuku Tjik Tunong. Namun pada bulan Maret 1905, Tjik Tunong berhasil ditangkap Belanda dan dihukum mati di tepi pantai Lhokseumawe. Sepeninggal suaminya Tjoet Meutia terus melakukan perlawanan kepada Belanda bersama Pang Nagroe, hingga akhirnya tewas pada tanggal 26 September 1910.</td>  </tr></tbody></table><table border="1" cellpadding="5" cellspacing="0" style="width: 100%;"><colgroup><col style="mso-width-alt: 4169; mso-width-source: userset; width: 86pt;" width="114"></col>  <col style="mso-width-alt: 14994; mso-width-source: userset; width: 308pt;" width="410"></col>  </colgroup><tbody><tr height="20" style="height: 15.0pt;">   <td class="xl66" colspan="2" height="20" style="border-right: 0.5pt solid black; height: 15pt; text-align: center; width: 394pt;" width="524">Biodata</td>  </tr><tr height="20" style="height: 15.0pt;">   <td class="xl65" height="20" style="border-top: none; height: 15.0pt; width: 86pt;" width="114">Nama</td>   <td class="xl65" style="border-left: none; border-top: none; width: 308pt;" width="410">: <b>Hj. Fatimah Siti Hartinah Soeharto</b></td>  </tr><tr height="20" style="height: 15.0pt;">   <td class="xl65" height="20" style="border-top: none; height: 15.0pt; width: 86pt;" width="114">Asal Daerah</td>   <td class="xl65" style="border-left: none; border-top: none; width: 308pt;" width="410">: Jawa Tengah</td>  </tr><tr height="20" style="height: 15.0pt;">   <td class="xl65" height="20" style="border-top: none; height: 15.0pt; width: 86pt;" width="114">Penetapan</td>   <td class="xl65" style="border-left: none; border-top: none; width: 308pt;" width="410">: 30 Juli 1996</td>  </tr><tr height="39" style="height: 29.25pt;">   <td class="xl65" height="39" style="border-top: none; height: 29.25pt; width: 86pt;" width="114">Lahir</td>   <td class="xl65" style="border-left: none; border-top: none; width: 308pt;" width="410">: Surakarta, Jawa Tengah, 23 Agustus 1923</td>  </tr><tr height="20" style="height: 15.0pt;">   <td class="xl65" height="20" style="border-top: none; height: 15.0pt; width: 86pt;" width="114">Wafat</td>   <td class="xl65" style="border-left: none; border-top: none; width: 308pt;" width="410">: Jakarta, 28 April 1996</td>  </tr><tr height="172" style="height: 129.0pt;">   <td class="xl65" height="172" style="border-top: none; height: 129.0pt; width: 86pt;" width="114"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhDGmVAJg8BXNMBwPXa4jkCyRGRE76m1bNwDl1yMakMYLH4NsJ-Xvoz5wqDoS1pYWDEDXUM7BsEphkzIjmravJavMGv67XJKXhG56B5LxJnCtxLbBzjDYS_l7xV-lHVNqCkSzoNuzWlvj5g/s1600/Hj.+Fatimah+Siti+Hartinah+Soeharto.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 0em; margin-right: 0em;"><img alt="siti hartinah" border="0" height="192" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhDGmVAJg8BXNMBwPXa4jkCyRGRE76m1bNwDl1yMakMYLH4NsJ-Xvoz5wqDoS1pYWDEDXUM7BsEphkzIjmravJavMGv67XJKXhG56B5LxJnCtxLbBzjDYS_l7xV-lHVNqCkSzoNuzWlvj5g/s1600/Hj.+Fatimah+Siti+Hartinah+Soeharto.jpg" title="Hj. Fatimah Siti Hartinah Soeharto" width="150" /></a></div></td>   <td class="xl68" style="text-align: justify; width: 308pt;" valign="top" width="410">Turut dalam Laskar Putri Indonesi pada masa perang revolusi kemerdekaan RI, serta menyelenggarakan dapur umum dan P3K bagi pejuang. Menjadi Ibu Negara masa pemerintahan Presiden Suharto, <span class="font5">Mendirikan Taman Mini Indonesia Indah, Taman Buah Mekarsari, Perpustakaan Nasional, Rumah Sakit Kanker Dharmais, dan Rumah Sakit Jantung Harapan Kita.</span></td>  </tr></tbody></table><table border="1" cellpadding="5" cellspacing="0" style="width: 100%;"><colgroup><col style="mso-width-alt: 4169; mso-width-source: userset; width: 86pt;" width="114"></col>  <col style="mso-width-alt: 14994; mso-width-source: userset; width: 308pt;" width="410"></col>  </colgroup><tbody><tr height="20" style="height: 15.0pt;">   <td class="xl67" colspan="2" height="20" style="border-right: 0.5pt solid black; height: 15pt; text-align: center; width: 394pt;" width="524">Biodata</td>  </tr><tr height="20" style="height: 15.0pt;">   <td class="xl65" height="20" style="border-top: none; height: 15.0pt; width: 86pt;" width="114">Nama</td>   <td class="xl65" style="border-left: none; border-top: none; width: 308pt;" width="410">: <b>Hj. Fatmawati Soekarno</b></td>  </tr><tr height="20" style="height: 15.0pt;">   <td class="xl65" height="20" style="border-top: none; height: 15.0pt; width: 86pt;" width="114">Asal Daerah</td>   <td class="xl65" style="border-left: none; border-top: none; width: 308pt;" width="410">: Bengkulu</td>  </tr><tr height="20" style="height: 15.0pt;">   <td class="xl65" height="20" style="border-top: none; height: 15.0pt; width: 86pt;" width="114">Penetapan</td>   <td class="xl65" style="border-left: none; border-top: none; width: 308pt;" width="410">: 4 Nopember 2000</td>  </tr><tr height="20" style="height: 15.0pt;">   <td class="xl65" height="20" style="border-top: none; height: 15.0pt; width: 86pt;" width="114">Lahir</td>   <td class="xl65" style="border-left: none; border-top: none; width: 308pt;" width="410">: Bengkulu, 5 Februari 1923</td>  </tr><tr height="20" style="height: 15.0pt;">   <td class="xl65" height="20" style="border-top: none; height: 15.0pt; width: 86pt;" width="114">Wafat</td>   <td class="xl65" style="border-left: none; border-top: none; width: 308pt;" width="410">: Kuala Lumpur, Malaysia, 14 Mei 1980</td>  </tr><tr height="134" style="height: 100.5pt;">   <td class="xl65" height="134" style="border-top: none; height: 100.5pt; width: 86pt;" width="114"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhmTriM3sW0O3Aqpp1XOt3mXOCyHGAdIVev6o_jnZySkPdQIpo7dd0nw8u9MxAZDBFUKES1_vm0cxd1LuWsvC6m8C5Yrq0uagjQdiNT9Mwx13amQL-BjOiq0rqiIVVokfjFFKc9r_fvBzmC/s1600/Hj.+Fatmawati+Soekarno.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 0em; margin-right: 0em;"><img alt="fatmawati" border="0" height="182" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhmTriM3sW0O3Aqpp1XOt3mXOCyHGAdIVev6o_jnZySkPdQIpo7dd0nw8u9MxAZDBFUKES1_vm0cxd1LuWsvC6m8C5Yrq0uagjQdiNT9Mwx13amQL-BjOiq0rqiIVVokfjFFKc9r_fvBzmC/s1600/Hj.+Fatmawati+Soekarno.jpg" title="Hj. Fatmawati Soekarno" width="150" /></a></div></td>   <td class="xl66" style="border-left: medium none; border-top: medium none; text-align: justify; width: 308pt;" valign="top" width="410">Penjahit Bendera Pusaka “Sang Saka Merah Putih” yang dikibarkan pada saat Proklamasi 17 Agustus 1945. Beliau juga ialah istri ketiga Soekarno dan Ibu Negara RI yang pertama. Ia menggalang dana untuk membangun rumah sakit yang sekarang bernama RSUP Fatmawati</td>  </tr></tbody></table><table border="1" cellpadding="5" cellspacing="0" style="width: 100%;"><colgroup><col style="mso-width-alt: 4169; mso-width-source: userset; width: 86pt;" width="114"></col>  <col style="mso-width-alt: 14994; mso-width-source: userset; width: 308pt;" width="410"></col>  </colgroup><tbody><tr height="20" style="height: 15.0pt;">   <td class="xl67" colspan="2" height="20" style="border-right: 0.5pt solid black; height: 15pt; text-align: center; width: 394pt;" width="524">Biodata</td>  </tr><tr height="20" style="height: 15.0pt;">   <td class="xl65" height="20" style="border-top: none; height: 15.0pt; width: 86pt;" width="114">Nama</td>   <td class="xl65" style="border-left: none; border-top: none; width: 308pt;" width="410">: <b>Hj. Rangkayo Rasuna Said</b></td>  </tr><tr height="20" style="height: 15.0pt;">   <td class="xl65" height="20" style="border-top: none; height: 15.0pt; width: 86pt;" width="114">Asal Daerah</td>   <td class="xl65" style="border-left: none; border-top: none; width: 308pt;" width="410">: Sumatera Barat</td>  </tr><tr height="20" style="height: 15.0pt;">   <td class="xl65" height="20" style="border-top: none; height: 15.0pt; width: 86pt;" width="114">Penetapan</td>   <td class="xl65" style="border-left: none; border-top: none; width: 308pt;" width="410">: 13 Desember 1974</td>  </tr><tr height="39" style="height: 29.25pt;">   <td class="xl65" height="39" style="border-top: none; height: 29.25pt; width: 86pt;" width="114">Lahir</td>   <td class="xl65" style="border-left: none; border-top: none; width: 308pt;" width="410">: Agam, Sumatera Barat, 14 September 1910</td>  </tr><tr height="20" style="height: 15.0pt;">   <td class="xl65" height="20" style="border-top: none; height: 15.0pt; width: 86pt;" width="114">Wafat</td>   <td class="xl65" style="border-left: none; border-top: none; width: 308pt;" width="410">: Jakarta, 2 November 1965</td>  </tr><tr height="134" style="height: 100.5pt;">   <td class="xl65" height="134" style="border-top: none; height: 100.5pt; width: 86pt;" width="114"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgdw59gcNO0s0z1zZ0Dn7wuL0H99DM39ezv3jX72SND13csYPRz78eLrWtv8M-WNm8d-ggt4ONryRPS4WElj84Fd-WCjWZIU9Ujycst_icL29dAYRjkVO21ZZ2oI54DvMHSZp7r4IUk7oMd/s1600/Hj.+Rangkayo+Rasuna+Said.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 0em; margin-right: 0em;"><img alt="rasuna" border="0" height="192" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgdw59gcNO0s0z1zZ0Dn7wuL0H99DM39ezv3jX72SND13csYPRz78eLrWtv8M-WNm8d-ggt4ONryRPS4WElj84Fd-WCjWZIU9Ujycst_icL29dAYRjkVO21ZZ2oI54DvMHSZp7r4IUk7oMd/s1600/Hj.+Rangkayo+Rasuna+Said.jpg" title="Hj. Rangkayo Rasuna Said" width="150" /></a></div></td>   <td class="xl66" style="border-left: medium none; border-top: medium none; text-align: justify; width: 308pt;" valign="top" width="410">Pernah  dipenjara Belanda pada tahun 1932 karena memprotes ketidakadilan Pemerintah Hindia Belanda. Pernah duduk menjadi anggota DPR-RIS dan Dewan Pertimbangan Agung. Semasa hidupnya, beliau juga aktif memperjuangkan persamaan hak pria dan wanita.</td>  </tr></tbody></table><table border="1" cellpadding="5" cellspacing="0" style="width: 100%;"><colgroup><col style="mso-width-alt: 4169; mso-width-source: userset; width: 86pt;" width="114"></col>  <col style="mso-width-alt: 14994; mso-width-source: userset; width: 308pt;" width="410"></col>  </colgroup><tbody><tr height="20" style="height: 15.0pt;">   <td class="xl66" colspan="2" height="20" style="border-right: 0.5pt solid black; height: 15pt; text-align: center; width: 394pt;" width="524">Biodata</td>  </tr><tr height="20" style="height: 15.0pt;">   <td class="xl65" height="20" style="border-top: none; height: 15.0pt; width: 86pt;" width="114">Nama</td>   <td class="xl65" style="border-left: none; border-top: none; width: 308pt;" width="410">: <b>Maria Walanda Maramis</b></td>  </tr><tr height="20" style="height: 15.0pt;">   <td class="xl65" height="20" style="border-top: none; height: 15.0pt; width: 86pt;" width="114">Asal Daerah</td>   <td class="xl65" style="border-left: none; border-top: none; width: 308pt;" width="410">: Sulawesi Utara</td>  </tr><tr height="20" style="height: 15.0pt;">   <td class="xl65" height="20" style="border-top: none; height: 15.0pt; width: 86pt;" width="114">Penetapan</td>   <td class="xl65" style="border-left: none; border-top: none; width: 308pt;" width="410">: 20 Mei 1969</td>  </tr><tr height="20" style="height: 15.0pt;">   <td class="xl65" height="20" style="border-top: none; height: 15.0pt; width: 86pt;" width="114">Lahir</td>   <td class="xl65" style="border-left: none; border-top: none; width: 308pt;" width="410">: Kema, Sulawesi Utara, 1 Desember 1872</td>  </tr><tr height="20" style="height: 15.0pt;">   <td class="xl65" height="20" style="border-top: none; height: 15.0pt; width: 86pt;" width="114">Wafat</td>   <td class="xl65" style="border-left: none; border-top: none; width: 308pt;" width="410">: Maumbi, Sulawesi Utara, 22 April 1924</td>  </tr><tr height="191" style="height: 143.25pt;">   <td class="xl65" height="191" style="border-top: none; height: 143.25pt; width: 86pt;" width="114"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjs8cklT6PwTI6iWOcS77odKQBHdhf4ie1zjOtx0yVrHVTkFnxSbCCv4KqeJD3hTYrF7iivRsoiueGOoRcpQx9Cp2ymCHH7DdqEbVYxtTPuic5zjpaDSoOku_4cGkrtSWkHbIIxrGSu751E/s1600/Maria+Walanda+Maramis.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 0em; margin-right: 0em;"><img alt="maramis" border="0" height="213" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjs8cklT6PwTI6iWOcS77odKQBHdhf4ie1zjOtx0yVrHVTkFnxSbCCv4KqeJD3hTYrF7iivRsoiueGOoRcpQx9Cp2ymCHH7DdqEbVYxtTPuic5zjpaDSoOku_4cGkrtSWkHbIIxrGSu751E/s1600/Maria+Walanda+Maramis.jpg" title="Maria Walanda Maramis" width="150" /></a></div></td>   <td class="xl68" style="text-align: justify; width: 308pt;" valign="top" width="410">Bercita-cita memberdayakan kaum ibu, Mendirikan organisasi <span class="font6">Percintaan Ibu Kepada Anak Turunannya (PIKAT) pada tahun 1917 untuk memperjuangkan pendidikan bagi wanita khususnya kaum ibu agar dapat meningkatkan kesehatan anak dan kesejahteraan keluarga. Pada tahun 1919, beliau memperjuangkan agar wanita memiliki hak suara di lembaga perwakilan Minahasa Raad.</span></td>  </tr></tbody></table><table border="1" cellpadding="5" cellspacing="0" style="width: 100%;"><colgroup><col style="mso-width-alt: 4169; mso-width-source: userset; width: 86pt;" width="114"></col>  <col style="mso-width-alt: 14994; mso-width-source: userset; width: 308pt;" width="410"></col>  </colgroup><tbody><tr height="20" style="height: 15.0pt;">   <td class="xl67" colspan="2" height="20" style="border-right: 0.5pt solid black; height: 15pt; text-align: center; width: 394pt;" width="524">Biodata</td>  </tr><tr height="20" style="height: 15.0pt;">   <td class="xl65" height="20" style="border-top: none; height: 15.0pt; width: 86pt;" width="114">Nama</td>   <td class="xl65" style="border-left: none; border-top: none; width: 308pt;" width="410">: <b>Martha Christina Tiahahu</b></td>  </tr><tr height="20" style="height: 15.0pt;">   <td class="xl65" height="20" style="border-top: none; height: 15.0pt; width: 86pt;" width="114">Asal Daerah</td>   <td class="xl65" style="border-left: none; border-top: none; width: 308pt;" width="410">: Maluku</td>  </tr><tr height="20" style="height: 15.0pt;">   <td class="xl65" height="20" style="border-top: none; height: 15.0pt; width: 86pt;" width="114">Penetapan</td>   <td class="xl65" style="border-left: none; border-top: none; width: 308pt;" width="410">: 20 Mei 1969</td>  </tr><tr height="20" style="height: 15.0pt;">   <td class="xl65" height="20" style="border-top: none; height: 15.0pt; width: 86pt;" width="114">Lahir</td>   <td class="xl65" style="border-left: none; border-top: none; width: 308pt;" width="410">: Nusa Laut, Maluku, 4 Januari 1800</td>  </tr><tr height="20" style="height: 15.0pt;">   <td class="xl65" height="20" style="border-top: none; height: 15.0pt; width: 86pt;" width="114">Wafat</td>   <td class="xl65" style="border-left: none; border-top: none; width: 308pt;" width="410">: Laut Banda, Maluku, 2 Januari 1801</td>  </tr><tr height="77" style="height: 57.75pt;">   <td class="xl65" height="77" style="border-top: none; height: 57.75pt; width: 86pt;" width="114"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi1N82YgUtJqpuqm6u1N4sPvbf1JfyO3SMKsqYuePi1TwHgRNKp5FIVxVgcBsRN39QpNyF6kt8Gou9Fpkm4V0QspUlcsMkrEybK_VK3gTbYg_S74eNDks0RggruTZKqTXQYQGZm3k0Qpm01/s1600/Martha+Christina+Tiahahu.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 0em; margin-right: 0em;"><img alt="kristina" border="0" height="171" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi1N82YgUtJqpuqm6u1N4sPvbf1JfyO3SMKsqYuePi1TwHgRNKp5FIVxVgcBsRN39QpNyF6kt8Gou9Fpkm4V0QspUlcsMkrEybK_VK3gTbYg_S74eNDks0RggruTZKqTXQYQGZm3k0Qpm01/s1600/Martha+Christina+Tiahahu.jpg" title="Martha Christina Tiahahu" width="150" /></a></div></td>   <td class="xl66" style="border-left: none; border-top: none; width: 308pt;" valign="top" width="410">Mengangkat senjata terjun langsung dalam perang melawan Belanda membantu ayahnya yang merupakan pembantu Kapitan Pattimura.</td>  </tr></tbody></table><table border="1" cellpadding="5" cellspacing="0" style="width: 100%;"><colgroup><col style="mso-width-alt: 4169; mso-width-source: userset; width: 86pt;" width="114"></col>  <col style="mso-width-alt: 14994; mso-width-source: userset; width: 308pt;" width="410"></col>  </colgroup><tbody><tr height="20" style="height: 15.0pt;">   <td class="xl66" colspan="2" height="20" style="border-right: 0.5pt solid black; height: 15pt; text-align: center; width: 394pt;" width="524">Biodata</td>  </tr><tr height="20" style="height: 15.0pt;">   <td class="xl65" height="20" style="border-top: none; height: 15.0pt; width: 86pt;" width="114">Nama</td>   <td class="xl65" style="border-left: none; border-top: none; width: 308pt;" width="410">: <b>Nyai Hj. Siti Walidah Ahmad Dahlan</b></td>  </tr><tr height="20" style="height: 15.0pt;">   <td class="xl65" height="20" style="border-top: none; height: 15.0pt; width: 86pt;" width="114">Asal Daerah</td>   <td class="xl65" style="border-left: none; border-top: none; width: 308pt;" width="410">: Daerah Istimewa Jogjakarta</td>  </tr><tr height="20" style="height: 15.0pt;">   <td class="xl65" height="20" style="border-top: none; height: 15.0pt; width: 86pt;" width="114">Penetapan</td>   <td class="xl65" style="border-left: none; border-top: none; width: 308pt;" width="410">: 22 September 1971</td>  </tr><tr height="20" style="height: 15.0pt;">   <td class="xl65" height="20" style="border-top: none; height: 15.0pt; width: 86pt;" width="114">Lahir</td>   <td class="xl65" style="border-left: none; border-top: none; width: 308pt;" width="410">: Kauman, Jogjakarta 1872</td>  </tr><tr height="20" style="height: 15.0pt;">   <td class="xl65" height="20" style="border-top: none; height: 15.0pt; width: 86pt;" width="114">Wafat</td>   <td class="xl65" style="border-left: none; border-top: none; width: 308pt;" width="410">: Kauman, Jogjakarta 31 Mei 1946</td>  </tr><tr height="156" style="height: 117.0pt; mso-height-source: userset;">   <td class="xl65" height="156" style="border-top: none; height: 117.0pt; width: 86pt;" width="114"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhxb2wLAuPDLz5lTKknHxvmfTxYNaSMS4t9w-zIKPlpxjR8Or1CmYmki909bBHDSGvQPj4qOnZPu8KQbxlk2EVxupw_43WR9GjW5B9M3sA3e6MPhEHpDnjO_VYFAXEtrfMl1PYMDEXheBYY/s1600/Nyai+Hj.+Siti+Walidah+Ahmad+Dahlan.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 0em; margin-right: 0em;"><img alt="nyi ahmad dahlan" border="0" height="192" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhxb2wLAuPDLz5lTKknHxvmfTxYNaSMS4t9w-zIKPlpxjR8Or1CmYmki909bBHDSGvQPj4qOnZPu8KQbxlk2EVxupw_43WR9GjW5B9M3sA3e6MPhEHpDnjO_VYFAXEtrfMl1PYMDEXheBYY/s1600/Nyai+Hj.+Siti+Walidah+Ahmad+Dahlan.jpg" title="Nyai Hj. Siti Walidah Ahmad Dahlan" width="150" /></a></div></td>   <td class="xl68" style="text-align: justify; width: 308pt;" valign="top" width="410">Lebih akrab dengan panggilan Nyai Ahmad Dahlan, memperjuangkan pendidikan bagi kaum wanita di bidang pengetahuan agama dengan mengadakan pengajian untuk kalangan wanita. Pengajian ini akhienya berkembang dan menjadi wadah organisasi ibu-ibu yang bernama<span style="mso-spacerun: yes;">  </span>“Lembaga ‘Aisyiyah” dalam organisasi Muhammadiyah.</td>  </tr></tbody></table><table border="1" cellpadding="5" cellspacing="0" style="width: 100%;"><colgroup><col style="mso-width-alt: 4169; mso-width-source: userset; width: 86pt;" width="114"></col>  <col style="mso-width-alt: 14994; mso-width-source: userset; width: 308pt;" width="410"></col>  </colgroup><tbody><tr height="20" style="height: 15.0pt;">   <td class="xl67" colspan="2" height="20" style="border-right: 0.5pt solid black; height: 15pt; text-align: center; width: 394pt;" width="524">Biodata</td>  </tr><tr height="20" style="height: 15.0pt;">   <td class="xl65" height="20" style="border-top: none; height: 15.0pt; width: 86pt;" width="114">Nama</td>   <td class="xl65" style="border-left: none; border-top: none; width: 308pt;" width="410">: <b>Nyi Ageng Serang</b></td>  </tr><tr height="20" style="height: 15.0pt;">   <td class="xl65" height="20" style="border-top: none; height: 15.0pt; width: 86pt;" width="114">Asal Daerah</td>   <td class="xl65" style="border-left: none; border-top: none; width: 308pt;" width="410">: Jawa Tengah</td>  </tr><tr height="20" style="height: 15.0pt;">   <td class="xl65" height="20" style="border-top: none; height: 15.0pt; width: 86pt;" width="114">Penetapan</td>   <td class="xl65" style="border-left: none; border-top: none; width: 308pt;" width="410">: 13 Desember 1974</td>  </tr><tr height="20" style="height: 15.0pt;">   <td class="xl65" height="20" style="border-top: none; height: 15.0pt; width: 86pt;" width="114">Lahir</td>   <td class="xl65" style="border-left: none; border-top: none; width: 308pt;" width="410">: Purwodadi, Jawa Tengah, 1752</td>  </tr><tr height="20" style="height: 15.0pt;">   <td class="xl65" height="20" style="border-top: none; height: 15.0pt; width: 86pt;" width="114">Wafat</td>   <td class="xl65" style="border-left: none; border-top: none; width: 308pt;" width="410">: Yogyakarta, 1828</td>  </tr><tr height="77" style="height: 57.75pt;">   <td class="xl65" height="77" style="border-top: none; height: 57.75pt; width: 86pt;" width="114"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh6WqRBcatqquMxp6BgGZcWk_2sBhY-kKpG4jIj180lNMKhTzFmSWo0IB8WimVc3r_GJMLDoUciFPDhBiChEA2C6g_x3kyh7jRBcg4hEhksTHR7Ko0zNrZlvdvCHNJwFXNtBaPihxgVJ0r_/s1600/Nyi+Ageng+Serang.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 0em; margin-right: 0em;"><img alt="nyi ageng serang" border="0" height="163" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh6WqRBcatqquMxp6BgGZcWk_2sBhY-kKpG4jIj180lNMKhTzFmSWo0IB8WimVc3r_GJMLDoUciFPDhBiChEA2C6g_x3kyh7jRBcg4hEhksTHR7Ko0zNrZlvdvCHNJwFXNtBaPihxgVJ0r_/s1600/Nyi+Ageng+Serang.jpg" title="Nyi Ageng Serang" width="150" /></a></div></td>   <td class="xl66" style="border-left: medium none; border-top: medium none; text-align: justify; width: 308pt;" valign="top" width="410">Pemimpin daerah Serang, beliau memimpin pasukan dari tandu, membantu Pangeran Diponegoro melawan Belanda selama 3 tahun.</td>  </tr></tbody></table><table border="1" cellpadding="5" cellspacing="0" style="width: 100%;"><colgroup><col style="mso-width-alt: 4169; mso-width-source: userset; width: 86pt;" width="114"></col>  <col style="mso-width-alt: 14994; mso-width-source: userset; width: 308pt;" width="410"></col>  </colgroup><tbody><tr height="20" style="height: 15.0pt;">   <td class="xl66" colspan="2" height="20" style="border-right: 0.5pt solid black; height: 15pt; text-align: center; width: 394pt;" width="524">Biodata</td>  </tr><tr height="20" style="height: 15.0pt;">   <td class="xl65" height="20" style="border-top: none; height: 15.0pt; width: 86pt;" width="114">Nama</td>   <td class="xl65" style="border-left: none; border-top: none; width: 308pt;" width="410">: <b>Opu Daeng Risadju</b></td>  </tr><tr height="20" style="height: 15.0pt;">   <td class="xl65" height="20" style="border-top: none; height: 15.0pt; width: 86pt;" width="114">Asal Daerah</td>   <td class="xl65" style="border-left: none; border-top: none; width: 308pt;" width="410">: Sulawesi Selatan</td>  </tr><tr height="20" style="height: 15.0pt;">   <td class="xl65" height="20" style="border-top: none; height: 15.0pt; width: 86pt;" width="114">Penetapan</td>   <td class="xl65" style="border-left: none; border-top: none; width: 308pt;" width="410">: 3 Nopember 2006</td>  </tr><tr height="20" style="height: 15.0pt;">   <td class="xl65" height="20" style="border-top: none; height: 15.0pt; width: 86pt;" width="114">Lahir</td>   <td class="xl65" style="border-left: none; border-top: none; width: 308pt;" width="410">: Palopo, Sulawesi Selatan 1880</td>  </tr><tr height="39" style="height: 29.25pt;">   <td class="xl65" height="39" style="border-top: none; height: 29.25pt; width: 86pt;" width="114">Wafat</td>   <td class="xl65" style="border-left: none; border-top: none; width: 308pt;" width="410">: Palopo, Sulawesi Selatan 10 Februari 1964</td>  </tr><tr height="107" style="height: 80.25pt; mso-height-source: userset;">   <td class="xl65" height="107" style="border-top: none; height: 80.25pt; width: 86pt;" width="114"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgrEn4xUZfNx8_UuEy9iL9nL2PJGLNHWRLZQuVuXttiUYy30C_L-3wWJeBDYutneox1rTEOMwEm-CfGPRogtQmlR5pvYCqY1S6sRy6ePYgepclxIfiw1vLR9kZMo3ZjYxaIejMKWKMC3cZu/s1600/Opu+Daeng+Risadju.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 0em; margin-right: 0em;"><img alt="opu daeng risaju" border="0" height="202" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgrEn4xUZfNx8_UuEy9iL9nL2PJGLNHWRLZQuVuXttiUYy30C_L-3wWJeBDYutneox1rTEOMwEm-CfGPRogtQmlR5pvYCqY1S6sRy6ePYgepclxIfiw1vLR9kZMo3ZjYxaIejMKWKMC3cZu/s1600/Opu+Daeng+Risadju.jpg" title="Opu Daeng Risadju" width="150" /></a></div></td>   <td class="xl68" style="border-left: medium none; border-top: medium none; text-align: justify;" valign="top">Melakukan pemberontakan terhadap tentara NICA pada tahun 1946. Beliau berhasil ditangkap beberapa bulan kemudian dan mengalami penyiksaan yang menyebabkan beliau menjadi tuli hingga akhir hayatnya</td>  </tr></tbody></table><table border="1" cellpadding="5" cellspacing="0" style="width: 100%;"><colgroup><col style="mso-width-alt: 4169; mso-width-source: userset; width: 86pt;" width="114"></col>  <col style="mso-width-alt: 14994; mso-width-source: userset; width: 308pt;" width="410"></col>  </colgroup><tbody><tr height="20" style="height: 15.0pt;">   <td class="xl67" colspan="2" height="20" style="border-right: 0.5pt solid black; height: 15pt; text-align: center; width: 394pt;" width="524">Biodata</td>  </tr><tr height="20" style="height: 15.0pt;">   <td class="xl65" height="20" style="border-top: none; height: 15.0pt; width: 86pt;" width="114">Nama</td>   <td class="xl65" style="border-left: none; border-top: none; width: 308pt;" width="410">: <b>Raden Ajeng Kartini</b></td>  </tr><tr height="20" style="height: 15.0pt;">   <td class="xl65" height="20" style="border-top: none; height: 15.0pt; width: 86pt;" width="114">Asal Daerah</td>   <td class="xl65" style="border-left: none; border-top: none; width: 308pt;" width="410">: Jawa Tengah</td>  </tr><tr height="20" style="height: 15.0pt;">   <td class="xl65" height="20" style="border-top: none; height: 15.0pt; width: 86pt;" width="114">Penetapan</td>   <td class="xl65" style="border-left: none; border-top: none; width: 308pt;" width="410">: 2 Mei 1964</td>  </tr><tr height="20" style="height: 15.0pt;">   <td class="xl65" height="20" style="border-top: none; height: 15.0pt; width: 86pt;" width="114">Lahir</td>   <td class="xl65" style="border-left: none; border-top: none; width: 308pt;" width="410">: Jepara, Jawa Tengah, 21 April 1879</td>  </tr><tr height="20" style="height: 15.0pt;">   <td class="xl65" height="20" style="border-top: none; height: 15.0pt; width: 86pt;" width="114">Wafat</td>   <td class="xl65" style="border-left: none; border-top: none; width: 308pt;" width="410">: Rembang, 17 September 1904</td>  </tr><tr height="191" style="height: 143.25pt;">   <td class="xl65" height="191" style="border-top: none; height: 143.25pt; width: 86pt;" width="114"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi347_qy382Wn58I2hA-o3CRDzIaWvFz5TuqNjStFiWw9wRzY7RMZTWJinkplXQBvjVu8aArWeQ3WD-TxOsrXDJ6M_jj48Ado8HLhW43KDrOK0Hb7Fj8Gt9u7vqdnX3mPRj19gWc62R0sCn/s1600/RA+Kartini.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 0em; margin-right: em;"><img alt="kartini" border="0" height="195" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi347_qy382Wn58I2hA-o3CRDzIaWvFz5TuqNjStFiWw9wRzY7RMZTWJinkplXQBvjVu8aArWeQ3WD-TxOsrXDJ6M_jj48Ado8HLhW43KDrOK0Hb7Fj8Gt9u7vqdnX3mPRj19gWc62R0sCn/s1600/RA+Kartini.jpg" title="Raden Adjeng Kartini" width="150" /></a></div></td>   <td class="xl66" style="border-left: medium none; border-top: medium none; text-align: justify; width: 308pt;" valign="top" width="410">Pelopor kebangkitan perempuan karena pikiran dan pandangannya mengenai emansipasi wanita. Terbitnya surat-surat Kartini, seorang perempuan pribumi, sangat menarik perhatian masyarakat Belanda, dan pemikiran-pemikiran Kartini mulai mengubah pandangan masyarakat Belanda terhadap perempuan pribumi di Jawa. Pemikiran-pemikiran Kartini yang tertuang dalam surat-suratnya juga menjadi inspirasi bagi tokoh-tokoh kebangkitan nasional Indonesia, antara lain W.R. Soepratman yang menciptakan lagu berjudul Ibu Kita Kartini.</td>  </tr></tbody></table><table border="1" cellpadding="5" cellspacing="0" style="width: 100%;"><colgroup><col style="mso-width-alt: 4169; mso-width-source: userset; width: 86pt;" width="114"></col>  <col style="mso-width-alt: 14994; mso-width-source: userset; width: 308pt;" width="410"></col>  </colgroup><tbody><tr height="20" style="height: 15.0pt;">   <td class="xl67" colspan="2" height="20" style="border-right: 0.5pt solid black; height: 15pt; text-align: center; width: 394pt;" width="524">Biodata</td>  </tr><tr height="20" style="height: 15.0pt;">   <td class="xl65" height="20" style="border-top: none; height: 15.0pt; width: 86pt;" width="114">Nama</td>   <td class="xl65" style="border-left: none; border-top: none; width: 308pt;" width="410">: <b>Raden Dewi Sartika</b></td>  </tr><tr height="20" style="height: 15.0pt;">   <td class="xl65" height="20" style="border-top: none; height: 15.0pt; width: 86pt;" width="114">Asal Daerah</td>   <td class="xl65" style="border-left: none; border-top: none; width: 308pt;" width="410">: Jawa Barat</td>  </tr><tr height="20" style="height: 15.0pt;">   <td class="xl65" height="20" style="border-top: none; height: 15.0pt; width: 86pt;" width="114">Penetapan</td>   <td class="xl65" style="border-left: none; border-top: none; width: 308pt;" width="410">: 1 Desember 1966</td>  </tr><tr height="20" style="height: 15.0pt;">   <td class="xl65" height="20" style="border-top: none; height: 15.0pt; width: 86pt;" width="114">Lahir</td>   <td class="xl65" style="border-left: none; border-top: none; width: 308pt;" width="410">: Bandung, 4 Desember 1884</td>  </tr><tr height="20" style="height: 15.0pt;">   <td class="xl65" height="20" style="border-top: none; height: 15.0pt; width: 86pt;" width="114">Wafat</td>   <td class="xl65" style="border-left: none; border-top: none; width: 308pt;" width="410">: Tasikmalaya, 11 September 1947</td>  </tr><tr height="153" style="height: 114.75pt;">   <td class="xl65" height="153" style="border-top: none; height: 114.75pt; width: 86pt;" width="114"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgvqquBmCcKnf09ut9xD9psf8OONA8a8oD00euNrc1817CC0UglN7Ke46vl1UHhtCnfuQQd6WElPzAu-G88qw-7gRlNky_UUHC0WDowCFCTCIrHL1wYmE5TBuwccQciWTcT9VauXqpY73r-/s1600/Raden+Dewi+Sartika.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 0em; margin-right: 0em;"><img alt="dewi kartika" border="0" height="192" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgvqquBmCcKnf09ut9xD9psf8OONA8a8oD00euNrc1817CC0UglN7Ke46vl1UHhtCnfuQQd6WElPzAu-G88qw-7gRlNky_UUHC0WDowCFCTCIrHL1wYmE5TBuwccQciWTcT9VauXqpY73r-/s1600/Raden+Dewi+Sartika.jpg" title="Raden Dewi Sartika" width="150" /></a></div></td>   <td class="xl66" style="border-left: medium none; border-top: medium none; text-align: justify; width: 308pt;" valign="top" width="410">Tokoh perintis pendidikan untuk kaum wanita dengan mendirikan Saloka Istri pada tahun 1904. Bakat dalam cara Dewi Sartika memberi pelajaran kepada para masyarakat terutama kaum perempuan di sekitar lingkungan tempat tinggalnya, telah menjadikan semangat dan cita-cita untuk terus berupaya agar anak-anak dan kaum perempuan pribumi bisa mendapat kesempatan memperoleh ilmu pengetahuan.</td>  </tr></tbody></table></div>

Pahlawan Nasional adalah gelar yang diberikan oleh Pemerintah Indonesia kepada seseorang warga Negara Indonesia yang semasa hidupnya melakuk...