Papu atau Irian jaya merupakan salah satu pulau di Indonesia yang memiliki sejarah panjang. Pulau tersebut menjadi sengketa antara Indonesia dan Belanda. Salah satu isu politik luar negeri yang terus menjadi pekerjaan rumah kabinet RI adalah masalah Irian Barat. Wilayah ini telah menjadi bagian RI yang diproklamasikan sejak 17 Agustus 1945. Akan tetapi dalam perundingan KMB tahun 1950 masalah penyerahan Irian Barat ditangguhkan satu tahun. Namun setelah pengakuan kedaulatan, Belanda tidak juga menyerahkan Irian Barat kepada Indonesia.
Untuk menyelesaikan masalah tersebut Pemerintah RI pertarna mengambil langkah diplomasi melalui perundingan. Perundingan dengan pemerintah Belanda terjadi pertama kali pada masa kabinet Natsir tahun 1950 tetapi gagal, bahkan pada tahun 1952 secara sepihak Belanda memasukkan Irian Barat dalam wilayah kerajaan Belanda.
Upaya diplomasi internasional dilanjutkan oleh kabinet Sastroamijoyo dengan membawa masalah Irian Barat ke forum PBB, tapi tidak membawa hasil. Selanjutnya pada masa kabinet Burhanuddin, Belanda menanggapi bahwa masalah Irian Barat merupakan masalah antara Indonesia - Belanda dan mengajukan usul yang berisi tentang penempatan Irian Barat di bawah Uni Indonesia - Belanda. Namun upaya penyelesaian secara bilateral ini telah mengalami kegagalan dan pemerintah kita mengajukan permasalahan ini ke Sidang Majelis Umum PBB. Namun upaya-upaya diplomasi yang dilakukan di forum PBB terus mengalami kegagalan.
Disamping membawa masalah Irian Barat ke forum PBB Indonesia juga melakukan pendekatan dengan negara-negara Asia Afrika dan ini membawa hasil yang positif. Dalam Konferensi Pancanegara II di Bogor lima negara peserta sepakat mendukung Indonesia dalam mengembalikan Irian Barat ke dalam wilayah Indonesia. Dalam KAA para peserta mengakui bahwa wilayah Irian Barat merupakan bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Karena jalan damai yang telah ditempuh selama satu dasa warsa tidak berhasil mengembalikan Irian Barat, pemerintah Indonesia memutuskan untuk menempuh jalan lain. Hal ini disebabkan karena Belanda tidak pernah Menunjukkan itikad baik dalam menyelesakan masalah Irian Barat maka pemerintah RI mengambil langkah-langkah sebagai berikut :
Karena jalan damai yang telah ditempuh selama satu dasa warsa tidak berhasil mengembalikan Irian Barat, pemerintah Indonesia memutuskan untuk menempuh jalan lain. Hal ini disebabkan karena Belanda tidak pernah Menunjukkan itikad baik dalam menyelesakan masalah Irian Barat maka pemerintah RI mengambil langkah-langkah sebagai berikut :
- Hubungan Indonesia - Belanda diubah dari united status menjadi hubungan biasa.
- Pada tanggal 3 Mei 1956 melakukan pembatalan hasil-hasil KMB\Pada tanggal 17 Agustus 1956 membentuk Provinsi Irian Barat yang berkedudukan di Saosiu dan menunjuk Sultan Tidore, Zaenal Abidin Syah sebagai gubernurnya.
- Pada tanggal 18 November 1957 diadakan rapat umum penbebasan Irian Barat.
- Pada tanggal 5 Desember 1957 melarang semua film yang berbahasa Belanda, kapal terbang Belanda juga dilarang mendarat dan terbang di wilayah RI.
- Pada tanggal 5 Desember 1958 melakukan penghentian semua kegiatan konsuler Belanda di Indonesia.
- Dengan Peraturan Pemerintah No. 23 tahun 1958 dilakukan pengambilalihan modal Belanda di Indonesia.
- Pada tanggal 19 Februari 1958 dibentuk Front Nasional Pembebasan Irian Barat
- Pada tanggal 17 Agustus 1960 memutuskan hubungan diplomatik dengan Belanda
- KSAD, Nasution, mengambil alih semua perusahaan milik Belanda dan menyerahkannya kepada pemerintah
Pemerintah Belanda meningkatkan kekuatan militernya dengan mengirimkan Kapal Induk Karel Doorman ke Irian Barat. Pada sidang majelis umum PBB tahun 1961 kembali dibicarakan masalah Irian Barat kepada Indonesia dengan perantara PBB. Pemerintah Indonesia menyetujui usul tersebut dengan syarat waktunya dipercepat. Sedangkan Belanda menyatakan akan melepaskan Irian Barat untuk dilanjutkan di Dewan Perwakilan PBB kemudian membentuk Negara Papua. Pemerintah berkesimpulan Belanda tidak ingin menyerahkan Irian Barat pada Indonesia, sehingga tidak ada jalan lain dan harus diselesaikan dengan kekerasan senjata.
Dalam rangka perjuangan pembebasan Irian Barat pada tanggal 19 Desember 1961 Presiden Soekarno daIam pidatonya dalam rapat raksasa di Jogjakarta menyampaikan suatu komando dalam rangka perjuangan pembebasan Irian Barat yang dikenal dengan Tri Komando Rakyat (Trikora) yang isinya sebagai berikut :
- Gagalkan pembentukan negara boneka Papua buatan Kolonial Belanda
- Kibarkan Sang Merah Putih di Irian Barat tanah air Indonesia
- Bersiap-siap untuk mobilisasi umum mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan tanah air Indonesia
Dengan dideklarasikannya Trikora mulailah konfrontasi total terhadap Belanda di Papua. Realisasi pertama dari Trikora adalah pembentukan Komando Operasi yang diberi nama Komando Mandala pembebasan Irian Barat pada tanggal 2 Januari 1962 dan Mayjend. Soeharto ditunjuk sebagai komandannya dengan tugas antara lain sebagai berikut :
- Merencanakan, mempersiapkan dan menyelenggarakan Operasi Militer guna mengembalikan wilayah Irian Barat ke dalam kesatuan RI. Operasi militer itu dinamakan Operasi Jaya Wijaya.
- Eksploitasi, dimulai awal tahun 1963 dengan mengadakan serangan terbuka guna menguasai pos-pos musuh yang penting.
- Konsolidasi, dilakukan pada tahun 1964 dengan mendudukkan kekuasaan RI secara mutlak di Iran Barat.
Pemerintah Belanda pada mulanya menganggap enteng kekuatan militer di bawah Komando Mandala. Belanda menganggap bahwa pasukan Indonesia tidak akan mampu melakukan infiltrasi ke wilayah Irian. Pada tanggal 15 Januari 1962 terjadi pertempuran di laut Arafuru antara angkatan laut RI melawan kapal perusak dan Fregat Belanda. Dalam pertempuran tersebut Komando Yos Sudarso dan Kapten Wiranto gugur. Mereka turut tenggelam bersama kapal RI Macan Tutul.
Namun ketika operasi infiltrasi Indonesia berhasil merebut dan menduduki kota Teminabuan, Belanda terpaksa bersedia kembali untuk duduk berunding guna menyelesaikan sengketa Irian. Tindakan Indonesia membuat para pendukung Belanda di PBB menyadari bahwa tuntutan pimpinan Indonesai bukan suatu yang main-main. Pada tanggal 19 Agustus 1962 telah tercapai persetujuan antara Indonesia dengan Belanda mengenai Irian Barat di markas besar PBB di kota New York dengan pokok-pokok kesepakatan, antara lain sebagai berikut:
- Akan dibentuk Pemerintah PBB Irian Barat dengan nama UNTEA (United Nations Temporaty Executive Authority) selambat-lambatnya 1 Oktober 1962 tiba di Irian Barat.
- UNTEA memakai tenaga Indonesia
- Pasukan RI yang berada di Irian Barat tetap berada di sana, di wilayah Komando PBB
- Tentara Belanda secara berangsur-angsur dikembalikan
- Antara Irian Barat dan daerah Indonesia lainnya berlaku lalu lintas bebas
- Pada tanggat 31 Desember 1962 bendera RI berkibar di samping bendera PBB
- Selambat-lambatnya 1 Mei 1963 Rl secara resmi menerima pemerintahan Irian Barat
- RI berkewajiban melakukan Pepera (Penentuan Pendapatan Rakyat)
Untuk menjamin keamanan di Irian Barat. PBB membentuk pasukan keamanan dengan nama United Nations Security Forces (UNSF) di bawah komando Brigjend Said Udin Khan dari Pakistan. Penyerahan kekuasaan Irian Barat dari PBB kepada pemerintah Indonesia dilaksanakan pada tanggal 1 Mei 1963 di Kota Baru. Dan pada hari yang sama, di Makasar (Ujung Pandang) dilaksanakan upacara pembubaran Komando Mandala.
Pepera merupakan salah satu ketentuan persetujuaan mengenai penyerahan kekuasaan pemerintahan atas Irian Barat oleh Belanda kepada Indonesia. Pepera diselenggarakan melalui tiga tahap, antara lain sebagai berikut :
- Tahap pertama, dimulai pada tanggal 24 Maret 1969, yaitu mengadakan konsultasi denga Dewan Kabupaten di Jayapura mengenai tata Cara penyelenggaraan Pepera
- Tahap kedua, berupa pemilihan anggota dewan musyawarah Pepera yang berakhir pada bulan Juni 1969.
- Tahap ketiga, adalah pelaksanaan Pepera pada tanggal 4 Juli 1969 berakhir pada tanggal Agustus 1969.
Pelaksanaan pepera disaksikan oleh utusan sekretaris Jenderal Duta Besar Ortis Zans melalui pepera ternyata rakyat Irian Barat secara bulat tetap menyatakan bagian dari negara RI. Hasil pepera dibawa oleh Duta Besar Orti Zans untuk dilaporkan Umum PBB. Sidang Umum PBB ke-24 menerima hasil Pepera yang telah dilakukan Indonesia karena sudah sesuai dengan isi perjanjian New York. Sejak saat itulah Indonesia secara de Jure dan de Facto memperoleh kembali Irian Barat sebagai bagian dari NKRI. Untuk mengenang perjuangan merebut Irian Barat pada tanggal 21 Desember 1995 Presiden Soeharto meresmikan Monumen Mandala di Makassar.